Turut sehatkan ginjal
JAKARTA, KOMPAS.com – Jika mau ginjal sehat, rajinlah memantau tekanan darah. Jangan sampai mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi). Kata Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) dr. Dharmeizar, hipertensi merupakan salah satu faktor penyebab penyakit ginjal kronik (PGK).
Data dari Indonesian Renal Registry, Hipertensi menyumbang 35% penyebab PGK tertinggi di antara faktor lain. Selain hipertensi, PGK dapat disebabkan diabetes mellitus, dan penyakit lain yang berhubungan dengan ginjal : batu ginjal yang tidak disembuhkan, penyakit ginjal polikistik, dan glomerulonefritis kronik.
PGK merupakan penyakit dengan prevalensi tinggi di Indonesia, yaitu berdasarkan data survei yang dilakukan PERNEFRI mencapai 30,7 juta penduduk. Menurut data PT ASKES, sekitar 14,3 juta orang penderita penyakit ginjal tingkat akhir (PGTA) yang saat ini menjalani pengobatan yaitu dengan prevalensi 433 perjumlah penduduk.
Tingginya angka prevalensi PGK perlu diwaspadai, mengingat penyakit tersebut tidak dapat disembuhkan, melainkan hanya dapat diperlambat perkembangannya.
“Pasien dengan penyakit ginjal kronik fungsi ginjalnya tidak pernah bisa kembali normal dan harus menjalani pengobatan seumur hidupnya,” tutur Dharmeizar yang juga merupakan dokter spesialis ilmu penyakit dalam RSCM dalam konferensi pers memperingati hari ginjal sedunia di Jakarta, (6/3/2013).
PGK berbeda dengan penyakit ginjal lainnya seperti batu ginjal ataupun infeksi saluran kemih akibat berkurangnya fungsi ginjal. PGK merupakan penurunan fungsi ginjal perlahan namun pasti sehingga pada suatu saat tertentu akan mengakibatkan gagal ginjal.
Menurut keterangan dari Dharmeizar, PGK ditandai adanya kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan yang didefinisikan adanya abnormalitas struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG). Namun dapat juga ditandai dengan LFG yang kurang dari 60 mL permenit untuk lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Pengobatan PGK stadium akhir, kata Dharmeizar, perlu terapi pengganti ginjal, diantaranya hemodialisis atau cuci darah, peritoneal dialisis, hingga transplantasi ginjal. “Untuk mengatasi penyakit ginjal kronik tentu harus ada penambahan penyebaran sentral pengobatan, namun pencegahanlah yang terpenting,” tandasnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh spesialis ginjal dan hipertensi dr. Parlindungan Siregar. Dalam kesempatan yang sama, ia mengatakan bahwa upaya pencegahan perlu dilakukan untuk menekan angka prevalensi PGK.
“Mengapa pencegahan penting? Karena pengobatan penyakit ginjal kronis itu sangat mahal. Bayangkan, pertahun untuk hemodialisis menghabiskan Rp 50 hingga Rp 80 juta, transplantasi ginjal mencapai Rp 250 sampai Rp 350 juta, pertahunnya butuh perawatan lagi yang mencapai Rp 75 hingga Rp 150 juta,” katanya. (http://health.kompas.com/read/2013/03/06/18435262/Rajin.Pantau.Tensi.Turut.Sehatkan.Ginjal)-FatchurR
Leave a Reply