Membunuh anak dengan halus

Tanggal 23/11/17 sobat saya drg Heddy H-A74 berbagi soal pembunuhan anak secara halus, monggo :  Seorang operations manager dari client kantor saya yang cool banget. Kita undang dia makan siang dan nasinya keras.

 

Kita sebagai vendor yang baik, minta maaf. Dia bilang,

“Gak papa. Justru saya suka nasi keras. Gak suka tuh saya, beras sushi.”

“Kok sukanya nasi yang keras Pak?” I cannot help but to ask.

“Iya, orang tua saya ngajarin jangan pernah buang makanan. Nasi kemarin juga kita makan.”

 

This may be simple. But this, blew my mind.

Dan setelah saya jadi orang tua, di sini saya lihat banyak ortu mulai ambil langkah yang tidak disadari, berdampak. “Waktu kecil, miskin. Saya pastikan anak2 saya mendapat yang terbaik, termahal.”

“Waktu kecil, saya makan aja susah. Saya pastikan anak2 makan enak.”

 

“Waktu kecil, saya belajar ditemani lilin dan 2 buku. Sekarang anak saya, saya sekolahkan ke Inggris.”

We experienced the worst and therefore we tend to give the best.

The question is, is the best…is what our children need? Really?

 

Orang menjadi sukses karena :

(1) dididik dengan benar, terlepas dari dari apakah dia kaya atau miskin

(2) dididik oleh kesulitan yang dia hadapi.

 

Kita akui ada anak orang kaya tetap jempolan attitude dan perjuangannya. Tapi kita lihat kebanyakan orang sukses dulunya sulit. Kesulitan (kemiskinan) itu drive orang2 untuk jadi sukses. Ini resep nyata. Kesulitan yang orang2 sukses ini ladang ujian. Mereka menempa diri mereka menjadi orang sukses.

 

Pertanyaannya, jika kita ingin cetak anak2 yang bermental baja, kenapa kita memberi kemudahan2? Kenapa justru kita hilangkan semua kesulitan itu? Karena dengan menghilangkan kesulitan-kesulitan itu, justru kita menciptakan generasi yang syarat hidupnya banyak.

 

Generasi Berikutnya

Apa yang terjadi dari thinking frame ‘dulu saya susah, dan tak ingin anak saya susah’? Ini yang terjadi:

Anak dari teman ibu saya biasa makan beras impor thailand. Di 98, kita terkena krisis dan ortunya tak lagi mampu beli beras impor. Kini anaknya gak bisa makan.

 

Ada anak teman biasa makan es krim haagen dasz, ketika pertama makan es krim lokal, dia muntah.

Ada cucu yang ngamuk di rumah neneknya karena di rumah nenek, gak ada air panas.

Saya tidak mencibirnya. Seorang manusia itu terjadi dari nature dan nurture. Semua ini, adalah nurture.

 

Di kantor, kebetulan saya jadi mentor seseorang (saat ini). Dia berkata “Duh, gak nyaman di posisi ini.”

Di lain kesempatan, “Sayang ya, si X resign, padahal dia membuat saya nyaman di kantor sini.”

 

“Emang sih idealnya nyaman. Tapi sayangnya, this is life. We don’t get to pick ideal situations. Sometimes we need to settle with what we have and deal with it.

“Soal kenyamanan, jadikanlah itu yang ‘nice to have’ dan bukan ‘must have’”

 

What to Do?

Saya suka cara Sultan Jogja mendidik anak2nya. Saya pernah dengar saat balita, anak sultan dikirim hidup di desa. Makan susah, main tanah, mandi di sumur. Intinya, meski anak sultan, dia tak tahu dia anak sultan dan dia merasakan standar hidup rendah, dan merasa cukup dengan itu.

 

Setelah agak besar, dia kembali ke istana. Dampaknya, Sultan, bersikap merakyat. Dia makan steak, tapi dia tahu steak yang dia makan itu kemewahan. Bukan syarat hidup minimum.

 

Saya punya syarat2 hidup. Sejak jadi seorang bapak, saya berubah total dan saya kikis hilang itu semua. Karena saya tidak ingin anak2 saya memiliki syarat hidup banyak. Dan satu2nya cara memastikan itu sayapun tidak boleh memiliki syarat hidup banyak.

 

Saya ajak mereka naik kopaja atau transjakarta tiap hari ke sekolah, sebelum mereka merasakan naik angkutan umum itu, rendah. Saya biarkan mereka tidur di lantai. Siapa tahu suatu saat nanti mereka harus begitu. Saya mematikan AC saat mereka tidur-siapa tahu suatu saat cannot afford air conditioning.

 

Saya tak menginstall air panas karena ingin anak2 saya baik2 jika nanti mereka tiap hari harus mandi air dingin. Saya larang mereka main tablet karena saya ingin mereka tidak tergantung kemewahan itu. Saya larang mereka menilai teman dari merk mobilnya karena merk mobil itu gak penting. Kita pergi ke mall memakai kopaja. And we have fun ketawa2, seperti jutaan orang lain.

 

Saya tidak membuang nasi kemarin yang masih bagus. Instead saya makan sama anak2. Siapa tahu suatu saat, that is all they can afford. Agak keras. And we like it. We teach them to pursue happiness so that they learn the value and purposes of things. Not the price of things.

 

Nasi kemarin yang perfectly safe to eat, masih punya value. Kopaja dan mercy memiliki purpose yang sama, yaitu mengantar kita ke sebuah tempat. AC atau gak AC memberi value sama. A good night sleep.

 

Kenapa ini penting? Ingat lah generasi bapak kita itu generasi yang bersaing dengan 3 milyar orang.

 

Mereka bisa kumpulkan kekayaan dan beli kemudahan untuk generasi kita. Kita harus bersaing dengan 7 milyar orang. Anak kita mungkin harus bersaing dengan 12 milyar orang di generasi mereka. One needs to be a tough person to be able to compete with 12 billion people. Percaya lah, memiliki syarat hidup yang banyak, tidak membantu anak2 kita bersaing dengan 12 milyar orang itu.

 

(Heddy Handaru-A74; dari grup WA-IAMDP)-FR

2 Responses to Membunuh anak dengan halus

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Langganan Artikel Gratis
Dengan mendaftarkan alamat email dibawah ini, berarti anda akan selalu dapat kiriman artikel terbaru dari Alumnimaterdei

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Anda pengunjung ke
UD. Setiadarma
Best PRICE, Best QUALITY & Best for YOU! Setiadarma

UD. Setiadarma-Surabaya Sidharta Krisnamurti HP. 08165419447

Percetakan Offset Sidoyoso
Jl. Kedung Cowek 205 Surabaya (0351) 3770001-3718318 Fax. 3763186
Bosch
Bosch Jl. kedungsari 117-119 Surabaya Telp. (62-31) 5312215-5353183-4 Fax. (62-31) 5312636 email: roda_mas888@yahoo.com
Download Buletin Media Alumni Edisi 2
Buletin-MA-utk.-Widget Buletin Media Alumni bag. 1, kilk disini Buletin Media Alumni bag. 2, klik disini buletin Media Alumni bag. 3, klik disini
Alamo
alamo
Download Buletin
buletin-IAMDP 8 Download Buletin klik pada Gambar
Sahabat kita