Batik Peranakan di Bentara Budaya Jakarta
(edukasi.kompas.com)-Bentara Budaya Jakarta bekerjasama dengan Komunitas Lintas Budaya Indonesia menggelar program apresiasi karya budaya peranakan Tionghoa Nusantara. Kali ini dipamerkan sepilihan koleksi Batik Peranakan seri lawas dan terkini dari kolektor Hartono Sumarsono serta Irwan Julianto.
Berlangsung tanggal 15-18/11/18 di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah Selatan. Pembukaan Pameran Batik Peranakan ditandai diskusi bedah buku “Peranakan Tionghoa Indonesia; Perjalanan Budaya“ edisi ketiga yang diterbitkan oleh Komunitas Lintas Budaya Indonesia bersama Intisari. Pameran dan diskusi buku Diskusi buku berlangsung Kamis, 14/11/2018, mulai Pk. 13.00 – 17.00 WIB di tempat ini.
Para pembicara yang hadir : Yudi Latif, Prof Ariel Heryanto (guru besar Kajian Indonesia Monash University, Melbourne), Didi Kwartanada, Azmi Abubakar, dan William Kwan Hwie Liong dan dimoderatori Lily Wibisono dan Irwan Julianto.
Diskusi juga khusus bertema “Peranakan Tionghoa dalam Kebhinnekaan Bangsa Indonesia“ membahas perpaduan kultur selama perjalanan eksistensi kaum Tionghoa dalam sejarah negeri ini. Ketua Pengelola Bentara Budaya Jakarta, Ika W. Burhan menyampaikan tak kurang dari 60 koleksi batik akan dipamerkan
“Batik peranakan, yang sering dijumpai di pulau Jawa, punya kekhasan. Batik2 ini buah cipta pengrajin batik dalam berbagai kurun waktu, dari awal tahun 1900-an, yang teknik dan coraknya sedikit banyak menunjukan akulturasi budaya Tionghoa dan budaya2 lain di Indonesia. Batik bagian budaya Indonesia Batik jadi bagian dari budaya Indonesia.
UNESCO pada (2009) menetapkan segala yang terkait proses pembuatan, motif, dan kebudayaan di batik sebagai Warisan Kemanusiaan Budaya Lisan dan Non-bendawi. Pengembangan motif batik di suatu wilayah pada perjalanannya terkait erat budaya yang masuk dalam masyarakat daerah itu. Masyarakat Tionghoa-Indonesia memiliki pengaruh besar dalam perkembangan dunia batik.
Di sepanjang pesisir pantai utara pulau Jawa yang banyak ditempati pendatang dari negeri China, tradisi batiknya kental pengaruh peranakan Tionghoa berpola, motif, dan warna yang berbeda dengan batik dari wilayah Solo dan Yogya. Motif burung hong, kilin, naga banyak ditemukan di mitologi bangsa China serta warna batik lebih bervariasi jadi ciri khas batik peranakan.
Karya batik peranakan Hasil karya maestro batik peranakan seperti Go Tik Swan, Oey Soe Tjoen, Tjoa Giok Tjiam, The Tie Siet, Lie Boen Ien jadi bagian dari koleksi batik museum dan kolektor2 ternama di berbagai belahan dunia. Corak dan motifnya perpaduan antara corak tradisional serta kultur peranakan.
Kehadiran ragam batik ini mengingatkan kita pada jalinan budaya yang mentradisi di masyarakat, suatu kearifan kultur yang dapat lestari dan kian mempererat hubungan persaudaraan antarbudaya di negeri ini,” tambahnya.
Lebih jauh, selama 2018, Bentara Budaya Jakarta juga telah menyelenggarakan kegiatan2 yang mencoba memberi apresiasi bagi ragam kultur Tionghoa yang kehadirannya turut mewarnai kekayaan budaya Nusantara. Di antaranya Pameran Wayang Potehi bertajuk “Waktu Hidupkan Kembali Wayang Potehi“ pada Mei 2018
Juga seri diskusi mengenai karya pengarang Melayu-Tionghoa perempuan : Tan Lam Nio dalam program Beranda Sastra di bulan September 2018. Khusus untuk Pameran Wayang Potehi, ini kelanjutan dari Penghargaan Bentara Budaya 2017 yang didedikasikan bagi 7 pegiat budaya yang intens berjuang bagi pertumbuhan dan perkembangan seni-budaya.
Salah satunya adalah Tony Harsono, pelestari Wayang Potehi dari Desa Gudo, Jombang, Jawa Timur. Selama pameran batik peranakan ini, pengunjung juga dapat berkunjung ke bazaar batik peranakan dari Batik Citra Lawas dan lain lain. Seluruh rangkaian acara ini gratis dan terbuka untuk umum.
(Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Apresiasi Batik Peranakan di Bentara Budaya Jakarta”, Penulis / Editor : Yohanes Enggar Harususilo; Bahan dari : https://edukasi.kompas.com/read/2018/11/14/08000041/apresiasi-batik-peranakan-di-bentara-budaya-jakarta)-FatchurR *
Leave a Reply