Anak Buah Mati Tertembak Mantan Panglima TNI Ngamuk Mengejar Pembunuh

Anak Buah Mati Tertembak Mantan Panglima TNI Ngamuk Mengejar Pembunuh(viva.co.id)-  Jauh sebelum menduduki posisi Kepala Staf Kepresidenan RI, Jenderal TNI (Purn.) Moeldoko lebih dulu menghabiskan hidupnya sebagai prajurit TNI AD. Sebagai prajurit, Moeldoko juga pernah ikut terjun dalam pertempuran di Timtim dan Timteng.

 

Menurut data yang dikutip Viva Militer dari situs resmi Akmil, Moeldoko adalah penerima penghargaan Adhi Makayasa. Penghargaan itu didapat Moeldoko, setelah menjadi lulusan terbaik Akmil 1981.

 

Sebagai perwira, karier Moeldoko terbilang cemerlang. Ia pernah menjadi Panglima Divisi Infanteri (Pangdivif) 1/Kostrad (Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat), Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) XII/Tanjungpura, dan Pangdam III/Siliwangi.

 

Tak berhenti sampai di situ, pada 2013, Moeldoko diangkat jadi Wakasad. Di tahun yang sama, Moeldoko ditunjuk jadi orang nomor satu di TNI AD dengan jabatan sebagai Kasad. Pada 2013 juga, Moeldoko meraih pencapaian tertinggi setelah ditunjuk sebagai Pangluma TNI.

 

Punya karier cemerlang, bukan berarti Moeldoko meraihnya dengan cara yang mudah. Pria kelahiran Kediri 8 Juli 1957, harus bekerja sangat keras. Termasuk, melaksanakan kewajiban tugas bertempur.

 

Dalam pantauan Viva Militer dalam acara #CLOSETHEDOOR Corbuzier Podcast yang ada di Youtube, Moeldoko menceritakan pengalamannya bertempur kepada Deddy Corbuzier. Menurut Moeldoko, ia hanya pernah ikut bertempur dan bukan perang.

 

Sebab dalam pandangannya, perang memiliki skala lebih besar dan unsur politik. Sedang pertempuran menurutnya lebih ke strategi dan taktik. Disebutnya, sebuah pertempuran sarat dengan tipu muslihat.

 

“Pertempuran itu tipu muslihat, kalau perang itu skalanya lebih ke politik. Kalau ini lebih ke strategi dan taktik pertempuran. Di situ akal-akalan, siapa yang banyak akalnya bisa mengelabui lawan, tidak melakukan sesuatu yang flat, tidak monoton. Wah itu bahaya betul, perang itu penuh jebakan, penuh tipu muslihat,” ujar Moeldoko.

 

“(Saat menghadapi pertempuran) lupa nyawa. (Setiap saat bisa tewas) ya tahu kita. Cuma kan doktrin kita lebih baik pulang nama daripada kalah dalam pertempuran. Jadi enggak ada rasa takut,” katanya.

 

Yang mencengangkan, saat Moeldoko dapat pertanyaan soal rasa takut dipertempuran. Dia kadang larut dalam pertempuran sampai tak ingat risikonya. Dalam tiap pertempuran nyawanya bisa melayang tiap saat. Tapi, doktrin yang ia dapatkan di Diklat membuatnya kadang lupa risiko yang bisa menghampirinya. Malahan Moeldoko ingat, pertempuran makin sengit jika dalam keadaan lapar.

 

Pernah suatu saat, Moeldoko dan anak buahnya memunguti makanan anggota Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) yang tercecer. Sambil baku tembak, ia dan pasukannya makan sisa makanan musuh.

 

“Kadang lupa nyawa. Jadi (perang) kayak hiburan. Apalagi kalau perut lapar, kadang lupa tembakan. Makanan GPK yang tercecer kita ambil dulu kita makan karena lapar,” ucapnya.

 

Cerita Moeldoko lain dalam pengalamannya bertempur, menyaksikan anak buahnya tewas tertembak, dengan mata kepala sendiri. Jika bagi orang biasa, momen itu jelas memukul rasa percaya diri. Secara psikologis maka yang melihat jadi takut bertempur.

 

Hal itu tidak berlaku bagi Moeldoko. Meski ada anak buahnya jadi ketakutan, dia justru membangun mental untuk membalas. Dia, pernah suatu saat mengejar musuh penembak anak buahnya.

 

Saking emosi melihat anak buahnya tewas di depan matanya, tanpa peduli keselamatan Moeldoko  melompat mengejarnya. Sampai-sampai, ada salah satu anak buahnya yang menariknya agar tidak jadi sasaran tembak musuh berikutnya.

 

“Ya, (ada anak buah tewas tertembak) persis di depan mata saya. Saya waktu di depan, begitu prajurit saya kena saya loncat mengejarnya. Salah satu Bintara saya mengejar saya untuk menarik saya. Karena kalau enggak saya mungkin bisa bablas juga. Seperti itu lah kondisinya,” ujar Moeldoko lagi.

 

“Justru yang kita bangun membalas dendam, bukan kita ketakutan. Saya menggerakkan pasukan saya untuk mengejar mereka. Kita enggak boleh takut dalam menghadapi situasi seperti itu,” katanya.

 

(Radhitya Adriansyah; Bahan dari : https://www.viva.co.id/militer/militer-indonesia/1337360-anak-buah-mati-tertembak-eks-panglima-tni-ngamuk-kejar-sang-pembunuh)-FatchurR *

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Langganan Artikel Gratis
Dengan mendaftarkan alamat email dibawah ini, berarti anda akan selalu dapat kiriman artikel terbaru dari Alumnimaterdei

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Anda pengunjung ke
UD. Setiadarma
Best PRICE, Best QUALITY & Best for YOU! Setiadarma

UD. Setiadarma-Surabaya Sidharta Krisnamurti HP. 08165419447

Percetakan Offset Sidoyoso
Jl. Kedung Cowek 205 Surabaya (0351) 3770001-3718318 Fax. 3763186
Bosch
Bosch Jl. kedungsari 117-119 Surabaya Telp. (62-31) 5312215-5353183-4 Fax. (62-31) 5312636 email: roda_mas888@yahoo.com
Download Buletin Media Alumni Edisi 2
Buletin-MA-utk.-Widget Buletin Media Alumni bag. 1, kilk disini Buletin Media Alumni bag. 2, klik disini buletin Media Alumni bag. 3, klik disini
Alamo
alamo
Download Buletin
buletin-IAMDP 8 Download Buletin klik pada Gambar
Sahabat kita