Ngobrol Ekonomi Milestone Kereta Cepat Jakarta Bandung(1/2)
(ekonomi.bisnis.com)-Meski bermandi peluh, wajah Rini Soemarno tampak sumringah. Rini tak henti2 menebar senyum. Menteri BUMN itu wajar gembira. Momentum yang menandai babak baru proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung, terkuak.
Rini menyebutnya milestone. Peristiwa itu terabadikan saat terowongan nomor 4 (Tunnel 4) di perkebunan Walini, Selasa (14/5) tersambung. Panjang Terowongan Walini 608 meter. Lokasinya tak jauh dari Stasiun Maswati di jalur KA reguler Jakarta-Bandung di Bandung Barat.
Terowongan Walini, Tunnel 4 itu diberi nama, satu dari 13 terowongan di trase Kereta Cepat Jakarta Bandung atau KCJB, membentang dari Halim di Jakarta hingga Tegal Luar di Bandung. Terowongan ini bukan terpanjang, karena ada terowongan lain lebih dari 1 km, yakni Tunnel 1 di Halim.
Trase 142 km itu akan ditempuh sekitar 38 menit. Bandingkan dengan KA reguler Jakarta-Bandung, yang butuh 3,5 jam. Manfaat itu akan dinikmati warga bila pembangunan KCJB, yang dianggarkan investasi lebih dari US$6 miliar itu, tuntas April 2021.
Hingga kini, progres konstruksi KCJB 17% lebih. Pada akhir-2019, ditargetkan hingga 59%. Pada akhir tahun 2020, seluruh konstruksi KCJB ditargetkan 100%. Bisa jadi, penyelesaiannya malah bisa lebih cepat, mengingat seluruh kebutuhan lahan sudah dibebaskan.
Dari awal, kendala terberat pembangunan KCNB ini soal pembebasan lahan. Prosesnya berliku. Ribet. Menyangkut rencana tata ruang dan wilayah di 2 provinsi dan 5 kabupaten/kota. Tarik ulur tidak mudah. Kabar baiknya, pembebasan lahan sudah 100%. Artinya, tinggal percepatan di sisi konstruksinya.
Apalagi, mesin bor raksasa (tunnel boring machine- TBM) segera dioperasikan membuat terowongan lebih dari 1 km di Halim. Terowongan itu menembus tanah di bawah tol Halim- Cikampek, mulai Km3+300. Mesin TBM itu dari Shanghai, China, telah selesai dirakit. Mesin berbobot 3.649 ton ber-Ø 13,19 mt sepanjang 105 mt beroperasi seperti cacing tanah raksasa mengebor terowongan di Halim.
Rini pantas sumringah dengan progress KCJBg itu. Pasalnya, proyek yang hendak dikejar selesai 2019 (keinginan awal Presiden) dalam perjalanannya tak mudah. Presiden melakukan ground breaking di Walini 2016 sebagai penanda dimulainya proyek itu. Namun pembebasan lahan trase proyek dan fasilitas umum terkait stasiun dll jadi kendala utama.
Banyak pihak mempertanyakan urgensi membangun KCJB. Ada yang menilai proyek itu tak layak secara ekonomi. Tapi buat saya sederhana, kalau proyek itu nggak layak, tidak akan “diperebutkan” China dan Jepang. Rini tak menyerah. Berbagai cara dan pendekatan melalui sinergi BUMN agar proyek itu jalan.
Saking seriusnya, Rini datang 5 kali ke Walini setelah ground breaking, memastikan proyek ini berjalan. Rini 3x naik motor ke lokasi. Karenanya, begitu Terowongan ini tembus, Rini ber-binar2. Kendala2 itu bisa dilewati. Fokus pada detail yang menghambat proyek jadi ‘kemenangan’ Rini. Padahal, ada pihak2 yang ‘melawan’, bahkan bertaruh bahwa proyek itu tidak akan jalan.
Kini pekerjaan rumahnya menyelaraskan proyek KCJB dengan pembangunan TOD di titik stasiun yang dilewati, termasuk Walini. TOD atau Transit Oriented Development kini jadi pendekatan pengembangan kota, yang mengadopsi tata ruang campuran dan maksimalisasi penggunaan angkutan massal.
Pengembangan TOD telah menjadi tren di kota2 besar seperti Tokyo, Seoul, Hong Kong, atau Singapura, yang memanfaatkan kereta api kota. Kota2 besar di AS dan Eropa juga menerapkan hal yang sama. Karena itu, dalam pembangunan KCJB, TOD jadi prioritas. Konstruksi dan stasiun serta kawasan komersial, diharapkan bisa selesai berbarengan, dengan memaksimalkan sinergi BUMN yang terlibat. (* Arif Budisusilo; Bahan dari : https://ekonomi.bisnis.com/read/20190517/9/923947/ngobrol-ekonomi-milestone-kereta-cepat-jakarta-bandung)-FatchurR * Bersambung…………
***
Leave a Reply