Menampar Dunia Pendidikan

kartun-pendidikanKita terbiasa melihat lulusan terbaik dari sekolah-kampus diundang maju ke mimbar dan berpidato mengenai predikat lulusan terbaiknya. Umumnya lulusan terbaik mengungkapkan bersyukur atas prestasi yang dicapainya dan untaian terimakasih pada orang yang berjasa untuk membantu meraih predikat itu.

 

Jika pidato itu bukan menunjukkan bangganya sang lulusan pada predikat itu namun justru pidato yang brilian dan mecengangkan justru menampar keras wajah dunia pendidikan. Ini disampaikan oleh lulusan Universitas (pada beberapa sumber dikatakan bahwa ini pada jenjang pendidikan setingkat SMA) terkemuka diluar negeri.

 

Berikut ini isi pidato yang disadur dari  https://www.youngontop.com/index.php?/notes/pidato-wisudawan-terbaik-yang-memukau-sekaligus-menakutkan-9naeuswq  Sedangkan untuk videonya bisa Anda lihat : http://www.youtube.com/watch?v=9M4tdMsg3ts

 

“Saya lulus. Seharusnya saya menganggapnya sebuah pengalaman menyenangkan, terutama karena saya lulusan terbaik di kelas. Setelah direnungkan, saya tidak bisa mengatakan saya lebih pintar dibanding teman saya.  Saya yang terbaik dalam melakukan apa yang diperintahkan kepada saya dan juga dalam hal mengikuti sistem yang ada”.
Di sini saya seharusnya bangga, telah selesai mengikuti periode indoktrinasi. Saya akan pergi musim dingin ini dan menuju tahap berikut yang diharapkan kepada saya, setelah mendapatkan sebuah dokumen kertas yang mensertifikasikan bahwa saya telah sanggup bekerja.
Tetapi saya adalah manusia, pemikir, pencari pengalaman hidup – bukan pekerja. Pekerja adalah orang yang terjebak pengulangan, seorang budak di dalam sistem yang mengurung dirinya. Sekarang, saya berhasil menunjukkan kalau saya adalah budak terpintar.

 

Saya melakukan apa yang disuruh kepadaku secara ekstrim baik. Di saat orang lain duduk melamun di kelas dan kemudian menjadi seniman yang hebat, saya duduk di dalam kelas rajin membuat catatan dan menjadi pengikut ujian yang terhebat.
Saat anak lain masuk ke kelas lupa mengerjakan PR karena asyik membaca hobi-hobi, saya sendiri tidak pernah lalai mengerjakan PR. Saat yang lain menciptakan musik dan lirik, saya justru mengambil ekstra SKS, walau saya tidak membutuhkan itu.

 

Jadi, saya penasaran, apa benar saya ingin menjadi lulusan terbaik? Saya pantas menerimanya, saya telah bekerja keras untuk mendapatkannya, tetapi apa yang akan saya terima nanti ? Saat saya meninggalkan institusi pendidikan, akankah saya sukses atau saya tersesat dalam kehidupan saya?
Saya tidak tahu apa yang saya inginkan dalam hidup ini. Saya tidak memiliki hobi, karena semua mata pelajaran hanyalah sebuah pekerjaan untuk belajar, dan saya lulus dengan nilai terbaik di setiap subjek hanya demi untuk lulus, bukan untuk belajar. Dan jujur saja, saya mulai ketakutan…….”
Inilah wajah pendidikan di dunia saat ini. Tak perlu jauh melihat keluar negeri, mari kita tengok di negara kita. Pendidikan yang kita jalankan lebih banyak menitik beratkan pada nilai (nilai UN atau IPK). Pendidikan yang seharusnya lebih menekankan pada proses dan pengembangan potensi peserta didik justru terkadang mematikan potensi itu.

 

Siswa-mahasiswa, didoktrin terus menghapalkan dan mempelajari materi yang lucunya sebagian besar justru tidak akan berguna saat mereka bekerja atau hidup bermasyarakat. Berbagai kegiatan positif yang membantu pengembangan potensi peserta didik dilingkungan pendidikan, seperti ekstrakulikuler di sekolah atau berbagai jenis himpunan dan UKM di Perguruan Tinggi, justru dibelenggu dengan pembatasan anggaran dan pemberlakuan jam kegiatan.

 

Lembaga pendidikan seakan hanya ingin mengembangkan potensi akademis peserta didik dan melupakan berbagai potensi lain yang dimiliki peserta didik. Saya tidak bermaksud mengatakan sekolah-kuliah itu tidak penting karena pendidikan membuat kita memiliki pengetahuan.

 

Lebih baik jika pengetahuan ditunjang pengembangan pola pikir peserta didik sehingga kita mampu menggunakan pengetahuan itu dengan cara bijaksana dan tepat. Bukankah pendidikan seharusnya membantu peserta didik mengetahui dirinya dan potensinya dan menyediakan segala sarana-prasarana sehingga potensi itu berkembang dengan sebaik dan mereka sukses dalam hidupnya.
Saya teringat kalimat yang menurut Saya mengena, tapi saya lupa sumbernya. “Orang yang dulunya siswa berprestasi di kelas umumnya berakhir sebagai pegawai sebuah perusahaan, sementara teman mereka yang dulunya biasa atau mungkin bodoh akan menjadi pemilik perusahaan yang menggaji mereka”.

 

Sebuah kalimat yang lebih menohok pernah diutarakan oleh Paulo Freire, jika Saya tidak salah ingat, “Nenekku menginginkanku menjadi orang pintar, maka Ia melarangku ke sekolah”. (SPS; Written By Bibit Suhardi; Vivanews.com; http://www.youtube.com/watch?v=9M4tdMsg3ts)-FatchurR

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Langganan Artikel Gratis
Dengan mendaftarkan alamat email dibawah ini, berarti anda akan selalu dapat kiriman artikel terbaru dari Alumnimaterdei

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Anda pengunjung ke
UD. Setiadarma
Best PRICE, Best QUALITY & Best for YOU! Setiadarma

UD. Setiadarma-Surabaya Sidharta Krisnamurti HP. 08165419447

Percetakan Offset Sidoyoso
Jl. Kedung Cowek 205 Surabaya (0351) 3770001-3718318 Fax. 3763186
Bosch
Bosch Jl. kedungsari 117-119 Surabaya Telp. (62-31) 5312215-5353183-4 Fax. (62-31) 5312636 email: roda_mas888@yahoo.com
Download Buletin Media Alumni Edisi 2
Buletin-MA-utk.-Widget Buletin Media Alumni bag. 1, kilk disini Buletin Media Alumni bag. 2, klik disini buletin Media Alumni bag. 3, klik disini
Alamo
alamo
Download Buletin
buletin-IAMDP 8 Download Buletin klik pada Gambar
Sahabat kita