Benarkah Yogya Minta Referendum Pasca Pilpres-2019

Benarkah Yogya Minta Referendum Pasca Pilpres-2019(today.line.me)- Ketum Komite Peralihan Aceh (KPA) dan sekaligus ketua umum Partai Aceh (PA), Muzakir Manaf, melontarkan wacana referendum di Aceh. Pilihannya, Aceh jadi bagian Indonesia atau lepas dan jadi negara baru.

 

Itu dilontarkan mantan panglima GAM itu, setelah pengumuman hasil Pemilu 2019 bahwa  pasangan 02 kalah. Di Aceh, Prabowo-Sandiaga menang 81%. Muzakir melontarkannya, lalu beredar di FB, Sultan Yogya juga minta referendum. Info itu dibagikan akun Zunnurain Aisy Jol ke halaman Rocky Gerung (28/5/19). Narasinya : “Aceh dan Yogya akan referendum. Apa yang terjadi di negeri ini?”

 

Narasi itu dibagikan dengan 2 foto. Pertama foto dari media viva.co.id, memperlihatkan Sri Sultan HB X di podium dberjudul  “Mengapa Sri Sultan Mengusulkan Referendum?”. Foto ke-2 : Aksi warga memakai blangkon dan membentangkan spanduk : “Masyarakat Yogyakarta referendum”.

 

Unggahan ini cepat viral dan dibagikan 8,9 ribu kali di FBk. Artikel ini memverifikasi apakah permintaan referendum di Yogya berkaitan hasil Pemilu 2019 sebagaimana dilontarkan Muzakir Manaf di Aceh?

 

Pemeriksaan Fakta 

Hasil pemeriksaan Tempo, berita berjudul “Mengapa Sri Sultan Mengusulkan Referendum?” dimuat oleh viva.co.id pada Jumat 1/10/2010. Pemberitaan itu mengenai usulan Sri Sultan HB IX untuk melakukan referendum bagi warga Yogya. Usulan itu didukung oleh Paguyuban Perangkat Desa propinsi itu, yang bergabung dalam Parade Nusantara DIY.

 

Usulan referendum itu, bukan memilih Yogya bergabung dengan Indonesia atau tidak. Tapi menentukan gubernur dan wakilnya dipilih langsung lewat proses Pilkada, seperti di daerah lain. Opsi kedua, dengan cara penetapan sehingga Sultan otomatis menjadi gubernur dan Sri Pakualam otomatis jadi wakil.

 

Penetapan seperti ini berlaku sejak Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Penetapan Sri Sultan HB IX sebagai gubernur dan Sri Pakualam VIII sebagai wagub sesuai dengan UU No. 5/1974 tentang DIY. Repotnya, UU itu hanya mengatur jabatan gubernur dan wagub saat dijabat Sri Sultan HB IX dan Sri Pakualam VIII, dan sama sekali tidak mengatur suksesinya.

 

Walhasil sesudah Sri Pakualam VIII wafat (1998), ada kekosongan penguasa di Yogya. Pemerintah pusat, DPRD Yogya dan Keraton berdebat sengit soal ini. Atas desakan rakyat, pemerintah pusat menetapkan Sri Sultan HB X sebagai gubernur.

 

Suksesi di Pakualam saat itu belum selesai. Setelah Sri Pakualam IX naik tahta, dia ditetapkan sebagai wagub (1999). Tahun 2000, MPR, mengubah UU-1945. Dalam perubahan itu, soal daerah istimewa dibahas di pasal 18B. Pasal itu menyebutkan keistimewaan suatu daerah diatur khusus dalam UU.

 

Mengacu pasal 18B itu, 2002 DIY usul RUU keistimewaan Yogya. Usulan itu dikembalikan ke pemerintah Yogya lantaran ada yang menolak pengangkatan gubernur. Ketika masa jabatan Sri Sultan HB berakhir-2003, polemik mencuat. Bagaimana memilih gubernur berikutnya. Lalu muncul tiga usulan.

 

Dipilih oleh rakyat lewat Pilkada, dipilih DPRD dan penetapan langsung seperti sebelumnya. Atas desakan rakyat, Sri Sultan HB IX dilantik jadi gubernur masa 2003-2008. Untuk kedua kalinya 2006, pemerintah Yogya mengajukan usul RUUK keistimewan Yogya. Usulan itu mental lagi, karena sejumlah kalangan tidak setuju, terutama soal mekanisme penentuan pemda itu.

 

Karena ter-katung2 RUUK keistimewan itu, pada HUT ke-61 tanggal 7/4/2007, Sri Sultan mengeluarkan pernyataan bersejarah. Setelah masa jabatannya selesai 2008, Sultan tak mau lagi jadi gubernur. Rakyat Yogya menolak dan bertanya soal niat Sultan itu. Sultan menjelaskan dalam acara Pisowanan Agung, 18/4/2007, yang dihadiri 40 ribu orang.

 

Lagi2 atas desakan rakyat, pemerintah melantik Sri Sultan sebagai gubernur hingga Oktober 2011. Jelang 2011, RUUK soal Keistimewaan itu belum juga dibahas di DPR. Rancangan itu di tangan Depadagri.

 

Sejumlah kalangan menilai Sultan merasa pemerintah pusat tidak ikhlas keistimewaan Yogya. Itu sebabnya Sultan mengusulkan agar sebelum pemerintah menyerahkan RUU ke DPR, tanya pada rakyat Yogya. Tanya rakyat itu, kata Sultan, sama dengan referendum.

 

Foto ke-2 diambil dari detik.com edisi 30/11/2010 pada berita “KIPER Siap Kawal Referendum di Yogya”. Konteks foto itu aksi sejumlah warga yang mendeklarasikan Komite Independen Pengawal Referendum (KIPER) di sekitar Alun2 utara Yogya.

 

Terbentuknya KIPER itu mengawal referendum di Yogya seperti usulan dari Sri Sultan. KIPER ingin proses pengisian jabatan Gubernur dan Wagub DIY tetap melalui proses penetapan, bukan pemilihan langsung. KIPER menilai saat ini Sultan dan Paku Alam tetap jadi duet terbaik memimpin DIY.

 

Kesimpulan Dari fakta di atas, usulan referendum oleh Sultan Yogya itu terjadi 2010. Konteksnya terkait kekosongan aturan suksesi gubernur dan wagub DIY. Sehingga tidak terkait hasil Pemilu 2019. Narasi yang dibangun di oleh akun Zunnurain Aisy Jol adalah sesat. (Ika Ningtyas; Bahan dari : Tempo.co dan https://today.line.me/id/pc/article/Fakta+atau+Hoaks+Benarkah+Yogyakarta+Minta+Referendum+Pascapemilu+2019-VmQR7J)-FatchurR *

One Response to Benarkah Yogya Minta Referendum Pasca Pilpres-2019

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Langganan Artikel Gratis
Dengan mendaftarkan alamat email dibawah ini, berarti anda akan selalu dapat kiriman artikel terbaru dari Alumnimaterdei

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Anda pengunjung ke
UD. Setiadarma
Best PRICE, Best QUALITY & Best for YOU! Setiadarma

UD. Setiadarma-Surabaya Sidharta Krisnamurti HP. 08165419447

Percetakan Offset Sidoyoso
Jl. Kedung Cowek 205 Surabaya (0351) 3770001-3718318 Fax. 3763186
Bosch
Bosch Jl. kedungsari 117-119 Surabaya Telp. (62-31) 5312215-5353183-4 Fax. (62-31) 5312636 email: roda_mas888@yahoo.com
Download Buletin Media Alumni Edisi 2
Buletin-MA-utk.-Widget Buletin Media Alumni bag. 1, kilk disini Buletin Media Alumni bag. 2, klik disini buletin Media Alumni bag. 3, klik disini
Alamo
alamo
Download Buletin
buletin-IAMDP 8 Download Buletin klik pada Gambar
Sahabat kita