Pak Wid Warna UGM di SMAK Mater Dei Probolinggo

PROFIL KITA

Pak Wid

Sosoknya masih terlihat bugar dan tegap diusianya yang akan memasuki kepala tujuh. Gaya bicaranya yang tenang dan sabar, baik saat di dalam maupun diluar kelas adalah ciri khas beliau yang tidak berubah. Ketajaman daya ingatnya masih terjaga dengan baik, terutama ketika menuturkan kembali perjalanan pengabdiannya sebagai salah seorang pengajar sekaligus pernah menjabat sebagai kepala sekolah SMAK Mater Dei Probolinggo. Yohanes Widodo Atmotiko, yang akrab dipanggil Pak Wid oleh rekan sejawat dan anak didiknya, khususnya siswa angkatan 1962-2003,adalah kepala sekolah SMAK Mater Dei Probolinggo periode 1979-1980 dan 19891991, juga sebagai guru matematika.

Tak lama setelah mengantongi gelar sarjana muda dari universitas Gajah Mada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di bulan Juli 1962, Pak Wid mendapatkan tawaran dari rekan kuliahnya yang bertetangga dengan salah seorang guru SMAK Probolinggo. Berangkat dari keinginan untuk dapat segera berkarya dalam dunia pendidikan itulah, maka beliau memutuskan untuk mengambil kesempatan tersebut. Pada tanggal 26 November 1962 Pak Wid tiba di Probolinggo dan langsung melangkah ke SMAK Mater Dei. Kepala sekolah waktu itu adalah Prof. DR Alex Gunawan Setiardja. Saat itu, tanpa proses yang rumit dan berbekal kepercayaan untuk sanggup mengajar dan mendidik para siswa, Pak Wid resmi menjadi bagian dari keluarga besar SMAK Mater Dei Probolinggo. Kondisi ini dulu menjadi wajar, karena kebutuhan tenaga pengajar di SMAK ini sangat tinggi. Tenaga pengajar di SMAK pada waktu itu masih minim, hanya berkisar kurang lebih 10-12 orang saja.

Sebagai staff pengajar yang baru datang dari Jogja, Pak Wid ikut merasakan juga sebagai anak kost. Beliau juga langsung dihadapkan dengan kondisi tenaga pengajar yang masih sedikit, sehingga guru pada waktu itu rela mengajar tanpa kenal lelah demi para siswa agar kebutuhan pendidikannya terpenuhi dengan baik.

Pak Wid pernah mengajar dalam porsi 24 jam selama 1 minggu, dengan ragam pelajaran yaitu Aljabar, Stereometri, Goneometri, Mekanika (sekarang terangkum dalam matematika), fisika dan ilmu bumi/falak, yang sekarang geografi “itupun masih ditambah dengan mengajar di SMEA sore A. Yani (Jl. Dr Soetomo) dari jam 2 siang sampai jam 8 malam”, kenangnya. Tidak dapat dipungkiri, sebagai seorang perantauan yang masih indekost, beliau juga harus masih memenuhi kebutuhannya sendiri sehari-hari. Setelah beberapa tahun menjadi penghuni kostkostan, tahun 1972 Pak Wid pindah menempati rumah di perumahan guru Mater Dei (Jl. Pandjaitan).

Sekitar tahun 1979, Pak Widodo ditunjuk oleh Yayasan Santa Maria sebagai Kepala Sekolah untuk masa bakti tahun 1979 – 1980. Penunjukan beliau sebagai kepala sekolah waktu itu adalah dikarenakan saat itu para Romo yang dulunya membantu di SMAK telah kembali ke Malang seiring dengan pergantian pengelolaan SMAK dari Yayasan Carmel ke Yayasan Santa Maria. Di masa kepemimpinannya, SMAK Mater Dei mengalami masa peralihan dari Yayasan Santa Maria beralih ke “Yayasan Pendidikan Santa Perawan Maria”. Sebagai Kepala Sekolah sudah pasti memiliki tanggung jawab yang besar. Sekalipun terbesit rasa canggung dan khawatir, Pak Wid tetap berusaha menjalankan tanggung jawabnya dengan baik. Dukungan moril dan kerjasama yang baik dengan seluruh civitas Akademika SMAK Mater Dei Probolinggo, dan pihak Yayasan, dapat dilewati Pak Wid tanpa hambatan yang berarti. Begitu pula saat menjadi kepala sekolah untuk kedua kalinya periode 1989-1991.

SMAK Mater Dei Probolinggo adalah bagian yang cukup penting dalam perjalanan hidup Pak Wid. Begitu banyak suka dan duka yang beliau lewati baik saat menjadi kepala sekolah maupun staff pengajar. Salah satu hal dilematis yang pernah dialaminya adalah ketika ada siswa yang menurut peraturan yang berlaku di SMAK tidak dapat dipertahankan lagi, maka sesuai ketentuan beliau harus mengembalikan siswa tersebut kepada orang tuanya (dikeluarkan). Tidak mudah menyampaikan hal tersebut tanpa diliputi rasa khawatir akan terjadi kesalahpahaman dan bagaimana agar orangtua dapat menerima. Pernah juga saat menjabat sebagai Wakasek, beliau berhadapan dengan sejumlah siswa dari sekolah lain yang beramai-ramai datang ke SMAK sehingga menimbulkan keributan, yang di sebabkan adanya pertikaian pribadi dengan seorang siswa SMAK. Untungnya berkat kesigapan semua guru, kejadian yang nyaris rusuh itu dapat dihindarkan.

–

Bpk & Ibu Yohanes Widodo Atmotiko

Selama 40 tahun beliau berkarya bersama SMAK Mater Dei Probolinggo, Pak Wid cukup banyak melihat dan menyadari akan perkembangan dari generasi ke generasi. Perkembangan fasilitas saat ini dirasa sudah cukup baik. Akan tetapi ada juga sedikit kekhawatiran dalam diri Pak Wid terhadap para siswa saat itu. “Semangat belajar siswa berbeda sekali dengan siswa jaman dulu, yang di tengah keterbatasan waktu justru semangat belajarnya lebih tinggi”, demikian menurut pengamatan beliau. Maka dari itu beliau berpesan dijaman yang semakin maju ini para siswa hendaknya dapat memanfaatkan fasilitas yang ada dengan sebaik mungkin untuk meraih prestasi yang lebih tinggi, dan para guru juga harus terus meningkatkan keterampilannya sesuai dengan perkembangan jaman. Seyogyanya ini dapat menjadi masukan yang bernilai positif bagi semua elemen yang terlibat dalam proses belajar mengajar. hingga diusia yang tidak lagi muda ini, Pak  Wid masih terus aktif berkarya. Tidak hanya memberikan.