Waluh
Pak Badi adalah seorang penjaga istana Kerajaan Atas Angin. Sudah 30 tahun sejak lamanya ia mengabdi sebagai penjaga istana itu, tetapi keadaannya tetap sama sejak pertama ia bekerja, tak ada perubahan, ia tetap hidup pas pasan.
Suatu hari yang cerah, Raja berjalan jalan keliling istana dan melihat pak Badi sedang menjalankan tugas diposnya. Raja bertanya kepada hulu balang yang menyertainya, hal ikhwal pak Badi. Pada saat saat berikutnya Raja menaruh perhatian kepada keberadaan pak Badi yang selama ini nampak memelas dan mengundangnya ke istana untuk menghadap Raja.
Setelah pak Badi menghadap Raja, pak Badi diberi sebuah buah waluh untuk dibawa pulang dan dapat dimakan bersama sama dengan keluarganya. Dalam perjalanan pulang, pak Badi ingin merokok, tetapi setelah dilihat bahwa isi tempat tembakaunya kosong, timbul pikirannya daripada aku tidak bisa merokok, dan lagi pula membawa buah waluh yang cukup besar itu sangat melelahkan, lebih baik aku jual saja dan uangnya dapat untuk beli tembakau. Dan hal ini dia lakukan.
Beberapa hari kemudian tersiar berita bahwa ada pembeli waluh mendadak kaya raya karena ketika waluh itu dibelah, ternyata isinya adalah emas, berlian dan perhiasan yang mahal mahal. Sebenarnya buah waluh itu adalah milik pak Badi yang ia jual hanya karena ingin merokok. Sengaja Raja mengisi buah waluh itu untuk mengubah keberadaan hidup pak Badi, tetapi dasar pak Badi yang tidak tahu diuntung.
Berselang beberapa tahun kemudian Raja ingin mengubah nasib pak Badi. Sekali lagi pak Badi diundang menghadap Raja. Kali ini ia diperintahkan mengantarkan surat kepada Tumenggung Arum Manis dikota Paluwatu yang jaraknya kurang lebih 20 Km dari kerajaan Atas Angin.
Waktu pak Badi berjalan dibawah terik matahari yang sudah mencapai 16 Km, ia merasa lelah. Kemudian ia beristirahat dibawah sebuah pohon yang cukup rindang, sambil mengibas-ibaskan topinya, mendadak lewat pak Darsono, kawan lamanya.
Setelah pertemuan yang tidak disangka ini terlibatlah percakapan antara dua sahabat lama itu, hingga akhirnya pak Darsono menanyakan apa yang sedang dilakukannya. Pak Badi menceritakan bahwa ia sedang menjalankan perintah Raja untuk menyampaikan surat kepada seorang Tumenggung.
Karena pak Badi lelah sekali, dia menawarkan tugas itu kepada pak Darsono. Dengan penuh semangat, pak Darsono menerima tawaran itu karena bagi pak Darsono, ini kesempatan terbaik bisa ketemu langsung dengan seorang Tumenggung, sebab seumur hidupnya ia belum pernah melihat langsung Tumenggung yang sangat ia hormati.
Pada saat pak Darsono sampai ditempat yang dituju, ia menyerahkan surat sang Raja itu kepada Tumenggung dengan hati yang sedikit takut, ia menunggu jawabannya. Ketika Tumenggung membaca surat itu, pak Darsono diangkat menjadi Lurah dan diberikan sebidang tanah berikut rumah.
Karena surat itu berbunyi : Kepada sipembawa surat ini, supaya diangkat menjadi Lurah dan diberi sebidang tanah berserta rumah. Alangkah bahagianya pak Darsono ini. Lalu bagaimana dengan pak Badi….??? Ia tetap miskin.
Sobat yang terkasih …. Kita akan mengatakan, alangkah bodohnya pak Badi ini. Dalam kisah ini kita bertanya kepada diri kita. Sudahkah kita taat pada setiap perintahNya, ataukah kita melemparkan anugerah talenta yang sudah Allah beri kepada kita dan kita operkan kepada orang lain karena alasan kita lelah ?
Apakah Anugerah yang kita terima, kita tukarkan dengan kesenangan sesaat dalam dunia ini ?. Padahal kita tahu bahwa, anugerah itu yang membawa kehidupan yang kekal bagi kita. Akankah kita masih menyia – nyiakan kesempatan berguna disisa usia ini walau kesempatan untuk itu tersedia di IAMDP, yang kemungkinan akan membawa kehidupan yang kekal ?. (Andre W)
Leave a Reply