Terobsesi Gay dan aborsi
VATIKAN, KOMPAS.COM - Paus Fransiskus, dalam wawancara panjang pertama selama kepausannya yang 6 bulan, mengatakan Gereja Katolik Roma menjadi “terobsesi” mengotbahkan masalah aborsi-pernikahan gay-kontrasepsi. Paus menegaskan dia memilih tidak membahas isu-isu tersebut walau ada sejumlah tudingan dari beberapa kritikus.
Dalam bahasa terus terang, Fransiskus berusaha mengatur nada baru bagi gereja. Ia mengatakan, gereja harus menjadi “rumah untuk semua” dan bukan “sebuah kapel kecil” yang berfokus pada doktrin, ortodoksi dan agenda terbatas tentang ajaran-ajaran moral.
“Tidak perlu membahas tentang masalah-masalah itu sepanjang waktu,” kata Paus kepada Pater Antonio Spadaro, rekannya sesama Yesuit dan pemimpin redaksi La Civilta Cattolica, jurnal Yesuit Italia yang isinya secara rutin disetujui Vatikan. “Ajaran-ajaran dogmatis dan moral gereja tidak semua setara.
Pelayanan pastoral gereja tidak boleh jadi terobsesi menyalurkan banyak doktrin yang tidak saling berhubungan dan memaksakannya dengan keras. Kita harus menemukan keseimbangan baru, kalau tidak bahkan bangunan moral gereja mungkin rubuh seperti rumah kertas, kehilangan kesegaran dan keharuman Injil,” kata Paus
Wawancara itu dalam tiga pertemuan pada Agustus di tempat tinggal Paus di Casa Santa Marta, Wisma Vatikan. Paus Fransiskus memilih tinggal di sana ketimbang di tempat yang lebih terisolasi di Istana Apostolik, tempat tinggal bagi banyak pendahulunya. Wawancara ini dirilis serentak 19/9 oleh 16 jurnal Yesuit di dunia, dan mencakup refleksi panjang Paus tentang identitasnya sebagai seorang Yesuit.
Paus Fransiskus secara pribadi memeriksa transkrip wawancara itu dalam bahasa Italia, kata Pater James Martin, editor lepas majalan Yesuit New York, America, sebagaimana dikuti harian New York Times. Majalah America dan La Civilta Cattolica secara bersama-sama meminta Paus untuk memberikan wawancara, yang America kemudian publikasikan di majalah dan dalam bentuk e-book.
“Beberapa hal di dalam wawancara itu benar-benar mengejutkan saya,” kata Pater Martin. “Dia tampak bahkan lebih berpikiran bebas dari yang saya bayangkan.” Kata-kata Paus baru itu sepertinya punya reperkusi di dalam gereja yang para uskup dan imamnya di banyak negara sering muncul untuk memerangi aborsi, pernikahan gay dan kontrasepsi sebagai prioritas kebijakan publik mereka.
Paus mengatakan, ajaran-ajaran itu “telah jelas” baginya sebagai “putra gereja,” tetapi semua itu harus diajarkan dalam konteks yang lebih luas. “Proklamasi kasih penyelamatan Allah datang sebelum imperatif moral dan agama,” kata Paus.
Sejak awal masa kepausannya pada Maret, Paus Fransiskus memilih sorotan global untuk fokus pada mandat gereja, yaitu melayani masyarakat miskin-terpinggirkan. Karenanya dia menggunakan nama Fransiskus, merujuk pada Santo Fransiskus dari Asisi, untuk menegaskan keberpihakannya pada orang miskin-terpinggirkan. Paus Fransiskus telah membasuh kaki para napi remaja, mengunjungi pusat pengungsi dan memeluk peziarah cacat dalam audiensinya.
Kehadiran pastoral dan sikap sederhananya membuatnya populer, demikian menurut sejumlah survei terakhir. Namun ada juga suara ketidakpuasan dari beberapa kelompok advokasi Katolik, dan bahkan dari beberapa uskup, yang telah memperhatikan sikap diamnya terkait aborsi dan pernikahan gay. New York Times melaporkan, awal bulan ini, Uskup Thomas Tobin dari Providence, Rhode Island, AS, mengatakan kepada surat kabar keuskupannya bahwa dirinya “sedikit kecewa terhadap Paus Fransiskus” karena dia tidak berbicara tentang aborsi. “Banyak orang telah memperhatikan itu,” kata uskup itu sebagaimana dikutip.
Wawancara ini kali pertama Paus menjelaskan alasan di balik tindakan dan apa yang oleh sejumlah pihak dilihat sebagai pengabaiannya. Dia juga menjelaskan tentang komentar yang dibuatnya terkait homoseksualitas pada Juli lalu, saat berada di pesawat terbang ketika kembali ke Roma dari Rio de Janeiro, setelah merayakan Hari Pemuda Sedunia.
Dalam pernyataan yang menjadi berita utama di seluruh dunia, Paus baru berkata, “Siapakah saya (sehingga) harus menghakimi?” Ketika itu, beberapa orang mempertanyakan apakah Paus hanya merujuk pada gay dalam kaitannya dengan imamat di gereja? Namun dalam wawancara kali ini dia menegaskan bahwa dirinya berbicara tentang gay dan lesbian pada umumnya.
“Seseorang pernah bertanya kepada saya, dengan cara yang provokatif, apakah saya menyetujui homoseksualitas,” katanya kepada Pater Spadaro. “Saya menjawab dengan pertanyaan lain, “Katakan padaku, ketika Tuhan melihat seorang gay, apakah Dia mendukung keberadaan orang itu dengan cinta, atau menolak dan mengutuk orang itu?” Kita harus selalu menghargai orang tersebut.”
Wawancara itu juga menampilkan sisi Paus sebagai manusia, yang mencintai Mozart dan Dostoevsky serta neneknya, dan yang film favorit adalah Fellini La Strada. Wawancara 12,000 kata itu berkembang sangat luas, dan mengonfirmasi apa yang selama ini dicurigai orang-orang katolik bahwa Paus Fransiskus sangat tidak mirip dengan para teolog gereja maupun para politisi sayap kanan.
Dia mengatakan, sejumlah orang mengira dia seorang “ultrakonservatif” karena reputasinya ketika dia menjabat superior (peminpin) provinsi Yesuit di Argentina. Ia mengatakan, jadi superior ketika berusia angat muda, yaitu 36 tahun, dan gaya kepemimpinannya ketika itu terlalu otoriter. “Namun saya tidak pernah menjadi orang yang berhaluan kanan (konservatif),” katanya.
Kini, kata Paus, dirinya lebih suka gaya kepemimpinan yang lebih konsultatif. Dia telah menunjuk kelompok penasihat beranggota delapan kardinal, langkah yang katanya direkomendasikan para kardinal di konsistori yang memilihnya. Mereka menuntut reformasi birokrasi Vatikan, kata dia, seraya menambahkan dari kedelapan orang itu, “Saya ingin melihat konsultasi ini nyata, bukan konsultasi seremonial.”
Paus mengatakan bahwa “menakjubkan” melihat keluhan tentang “kurangnya ortodoksi” mengalir ke kantor Vatikan di Roma dari kalangan Katolik konservatif di seluruh dunia. Mereka meminta Vatikan untuk menyelidiki atau mendisiplinkan para imam, uskup atau biarawati mereka. Keluhan seperti itu, kata Paus, “lebih baik ditangani secara lokal,” atau kantor Vatikan berisiko menjadi “lembaga sensor”.
Ketika ditanya apa artinya bagi dia “berpikir bersama gereja”, sebuah frase yang digunakan pendiri Yesuit, St Ignatius dari Loyola? Paus Fransiskus mengatakan bahwa hal itu tidak berarti “berpikir bersama hirarki gereja”.
Dia mengatakan dia memikirkan gereja “sebagai umat Allah, para pastor dan umatnya. Gereja adalah totalitas umat Allah,” lanjutnya, sebuah gagasan yang dipopulerkan setelah Konsili Vatikan II tahun 1960, yang Paus puji telah membuat Injil jadi relevan dengan kehidupan modern, sebuah pendekatan yang dia sebut “benar-benar tidak dapat diubah”. (Go Hwie Khing)






Jl. kedungsari 117-119 Surabaya
Telp. (62-31) 5312215-5353183-4
Fax. (62-31) 5312636
Buletin Media Alumni bag. 1, 


. “Saya menjawab dengan pertanyaan lain, “Katakan padaku, ketika Tuhan melihat seorang gay, apakah Dia mendukung keberadaan orang itu dengan cinta, atau menolak dan mengutuk orang itu?” Kita harus selalu menghargai orang tersebut.”
Suatu pemikiran yg amat bijak yg selalu berdasar pada cinta kaasih.