Ignatius Jonan, tiga minoritas
Ignasius Jonan (lahir di Singapura, 21/6/1963; umur 51 tahun) adalah Menhub periode 2014–2019 serta Dirut PT KAI (Persero); 2009 s.d. 2014. Ignasius Jonan sebagai Dirut PT KAI sesuai dengan penugasan pemerintah melalui Kementerian BUMN yang dipimpin oleh Menteri BUMN Sofyan Djalil.
Dia mengganti Ronny Wahyudi yang menjabat sejak September 2005. Ronny diangkat sebagai anggota Dewan Komisaris PT Industri Kereta Api (Inka). Jonan diangkat tanggal 25/02/2009. Ignasius Jonan terpilih kembali 2013 oleh Dahlan Iskan. Pada 26/10/14, Ignasius Jonan diangkat menjadi Menhub dalam Susunan Kabinet Kerja Joko Widodo.
Karier di PT KAI
Ia diangkat sebagai Dirut PT KAI 2009, oleh Menteri BUMN Sofyan Djalil walau belum pernah berkarir di bidang bisnis transportasi. Selama di PT KAI, ia sukses membalikkan kerugian Rp 83,5 miliar pada 2008 menjadi keuntungan Rp 154,8 miliar pada 2009.
Pada tahun 2013, bahkan telah mencatatkan laba sebesar Rp 560,4 miliar. Jonan juga melipatgandakan aset KAI dari Rp 5,7 triliun pada 2008, menjadi Rp 15,2 triliun pada 2013, atau terjadi peningkatan mendekati tiga kali lipat.
Pada masanya juga dimulai pemberantasan calo tiket, dengan menerapkan sistem boarding pass, tiket daring, dan penjualan melalui toko ritel. Toilet stasiun yang awalnya membayar, digratiskan dan diperbanyak jumlahnya sehingga ada di tiap stasiun. KA dilengkapi AC dan diberi larangan merokok.
Kebalikan dengan citranya yang murah senyum dan senang turun ke bawah, ia keras menjalankan disiplin. Tahun 2014, 200 karyawan PT KAI dipecat atau pensiun dini karena dianggap malas. Ia juga tidak mengenal kompromi saat menertibkan stasiun dari pedagang dan bangunan liar, dengan menggunakan bantuan aparat TNI.
Setelah diangkat menjadi Menhub dalam Kabinet Kerja, ia mengundurkan diri dari PT KAI dan digantikan Edi Sukmoro.
Kembali bertalian dengan Ignatius Jonan : Kalau menurut Hermawan Kertajaya (yang ternyata pernah menjadi guru SMA Pak Jonan), Pak Jonan ini di KAI sudah masuk kategori tiga minoritas: dari sisi agama (Katolik), ras (Tionghoa), dan orang luar KAI. Sehingga, kemungkinan resistansi dari dalam akan cukup besar.
Tapi, empat tahun perjalanan sebagai Dirut KAI menunjukkan bahwa Pak Jonan mampu membawa perubahan KAI ke arah yang lebih baik. Dan dari buku ini, ada beberapa hal yang menurut saya menarik dari terobosan beliau.
Faktanya, sistem penggajian di KAI cukup rendah. Ini dapat memicu terjadinya penyelewengan. Hal tersebut dapat berakibat fatal apabila hal tersebut dilakukan orang dengan posisi krusial: masinis misalnya. Mereka bisa membiarkan penumpang naik ke lokomotif, dengan imbalan rokok ataupun uang sekedarnya.
Gaji rendah menyebabkan sebagian masinis terpaksa harus mencari pekerjaan sampingan. Akibatnya, saat bertugas mereka tidak fokus karena kelelahan. Kelengahan dalam bertugas dapat memicu terjadinya kecelakaan fatal.
Oleh karena itu, sistem penggajian dirombak. Dalam tiga tahun, konon gaji dinaikkan sampai 8 kali. Masinis yang dulu hanya memperoleh maksimum 3 jutaan, kini digaji hingga sekitar 10 jutaan. Itupun sebenarnya masih di bawah angka ideal Rp 20 jutaan, menurut beliau.
Perombakan remunerasi ini juga untuk posisi lain. Cita-citanya membawa KAI sejajar dengan perusahaan lain dalam hal penggajian, sehingga selain dapat mensejahterakan karyawan, juga dapat menarik minat calon karyawan yang berkualitas. (Andre Wahjudibroto; http://id.wikipedia.org/wiki/