Mainan lawas(4)-Egrang
Egrang / Enggrang adalah jenis kesenian dan akhirnya jadi permainan tradisional yang mendapat pengaruh dari budaya China. Enggrang mulai berkembang 1960-an di Kab-Karawang Jabar. Dikenal sebagai pertunjukan diiringi berbagai alat musik tradisional Jabar. Namun, lama-lama berkembang menjadi permainan tradisional.
Enggrang adalah permainan tradisional yang belum diketahui pasti asalnya. Tapi dijumpai di berbagai daerah dengan nama berbeda. Sebagian wilayah Sumbar bernama Tengkak-tengkak dari kata Tengkak (pincang), Ingkau yang dalam bahasa Bengkulu berarti sepatu bambu dan di Jateng bernama Jangkungan yang berasal dari nama burung berkaki panjang dan di Jatim (Egrang).
Egrang berasal dari bahasa Lampung berarti terompah pancung yang terbuat dari bambu bulat panjang. Dalam bahasa Banjar di Kalsel disebut batungkau. Alat permainan tradisional ini tidak asing bagi anak-anak masyarakat Jawa, karena mudah ditemui di berbagai di pelosok pedesaan-perkotaan, pada masa lalu.
Enggrang termasuk permainan anak, karena permainan ini sudah muncul sejak dulu paling tidak sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, semasa penjajahan Belanda. Hal itu seperti terekam di Baoesastra (Kamus) Jawa karangan W.J.S. Poerwadarminto terbitan 1939 halaman 113, disebutkan kata enggrang-enggrangan diartikan permainan dengan menggunakan alat yang dinamakan enggrang. Sementara enggrang sendiri diberi makna bambu atau kayu yang diberi pijakan (untuk kaki) agar kaki leluasa bergerak berjalan.
Enggrang dibuat secara sederhana dengan menggunakan dua batang bambu (lebih sering memakai bahan ini daripada kayu) yang panjangnya masing-masing sekitar 2 meter. Kemudian sekitar 50 cm dari alas bambu tersebut, bambu dilubangi lalu dimasuki bambu dengan ukuran sekitar 20-30 cm yang berfungsi sebagai pijakan kaki. Maka jadilah sebuah alat permainan yang dinamakan enggrang. Bambu yang biasa dipakai adalah bambu apus atau wulung, dan sangat jarang memakai bambu petung atau ori yang lebih besar dan mudah patah.
———-
Ini permainan sejuta umat, selain layangan. Kelereng (nèkeran) adalah mainan kecil berbentuk bulat terbuat dari kaca, tanah liat, atau agate. Ukuran kelereng macam-macam. Umumnya ½ inci (1.25 cm) dari ujung ke ujung. Kelereng dapat dimainkan sebagai permainan anak, dan kadang dikoleksi, untuk tujuan nostalgia dan warnanya yang estetik.
Sejarah Kelereng
Orang Betawi menyebut kelereng dengan gundu. Orang Jawa, neker. Di Sunda, kaleci. Palembang, ekar, di Banjar, kleker. Ternyata, kelereng juga punya sejarah. Ini diketahui dari majalah Intisari edisi Desember 2004, rubrik asal-usul, hal 92.
Sejak abad ke-12, di Prancis, kelereng disebut dengan bille, artinya bola kecil. Lain halnya di Belanda, para Sinyo-Sinyo itu menyebutnya dengan knikkers. Lantas, adakah pengaruh Belanda, khususnya di Jawa, knikkers diserap menjadi nekker? Mengingat, Belanda pernah ‘numpang hidup’ di Indonesia.
Tahun, 1694. Di Inggris ada istilah marbles untuk menyebut kelereng. Marbles digunakan menyebut kelereng terbuat dari marmer yang didatangkan dari Jerman. Namun, jauh sebelumnya, anak-anak di Inggris telah akrab menyebutnya dengan bowls atau knikkers.Kelereng populer di Inggris dan negara Eropa lain sejak abad ke-16 sd 19. Setelah itu baru menyebar ke Amerika.
Bahan pembuatnya, tanah liat dan diproduksi besar-besaran. Jauh pada peradaban Mesir kuno, tahun 3000 SM, kelereng terbuat dari batu atau tanah liat. Kelereng tertua koleksi The British Museum di London berasal dari tahun 2000-1700 SM. Kelereng itu ditemukan di Kreta pada situs Minoan of Petsofa.
Pada masa Rowami, permainan Kelereng dimainkan secara luas. Bahkan, menjadi salah satu bagian dari festival Saturnalia, yang diadakan saat menjelang perayaaan Natal. Saat itu semua orang saling memberikan sekantung biji-bijian yang berfungsi sebagai kelereng tanda persahabatan.
Salah seorang penggemar kelereng adalah Octavian, kelak menjadi Kaisar Agustus. Layaknya permainan, di Romawi saat itu juga mempunyai aturan resmi. Peraturan ini menjadi dasar permainan sekarang.
Teknologi pembuatan kelereng kaca ditemukan pada 1864 di Jerman. Kelerang semula satu warna, jadi berwarna-warni mirip permen. Teknologi ini menyebar ke seluruh Eropa dan AS. Akibat Perang Dunia II, pengiriman mesin pembuat kelereng terhenti dan ahkirnya tiap negara mengembangkan sendiri. Bersambung……………. (http://my-undersky.blogspot.com/2011/01/permanian-anak-tempo-dulu-yang-hilang.html)-FatchurR