Belajar dari kopi dinding – alumnimaterdei.com http://alumnimaterdei.com ratusan bunga mekar bersama Tue, 24 May 2016 18:42:17 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=4.4.3 Belajar dari kopi dinding http://alumnimaterdei.com/psychological/belajar-dari-kopi-dinding.html http://alumnimaterdei.com/psychological/belajar-dari-kopi-dinding.html#respond Fri, 04 Mar 2016 07:04:14 +0000 http://alumnimaterdei.com/?p=42315 Belajar dari kopi dindingIntisari-Online.com-Suatu saat Dirut PT PLN, berujar mau menggratiskan listrik bagi rumah tangga miskin di Indonesia. Niat baik yang patut diapresiasi. Tapi nyatanya dicemooh berbagai pihak. Itu  mustahil, rekayasa politik, cari popularitas, pasti ada udang di balik batu.

 

Kisah lain dari seorang bupati di Jatim yang berniat membebaskan pendidikan di wilayahnya. Hasrat baik itu dicela lawan politiknya. Perbuatan baik kok ditentang. Fenomena itu diangkat oleh Budayawan Jaya Suprana di rubrik Teroka, Kompas edisi 7/8/2010, dalam tulisannya “Sulitnya Berbuat Baik”. Bisa dipahami, Jaya Suprana galau menyaksikan kondisi masyarakat ini. Tapi ia tidak sendirian.

 

Mengapa berbuat baik lebih sulit dari berbuat jahat? Jaya menyinggung masifnya kejahatan dikehidupan kita. Sampai2 kejahatan dianggap lumrah. Tokoh lain berpendapat, kondisi ini lantaran sudah akutnya individualisme orang2 Indonesia. Orang zaman ini hanya ingin berada di zona aman dan tidak ingin ber-susah2 demi orang lain. Mereka lupa “Our own happiness must include the happiness of others.”

 

Dr. Leo Buscaglia, motivator dan inspirator AS meyakini kita tidak bisa hidup lebih baik tanpa memberi dan menerima cinta, perhatian, dan bantuan dari orang lain. “Sering kita meremehkan kekuatan sebuah sentuhan, sekilas senyuman, mendengar keluhan orang lain, pujian tulus, atau tindakan kecil membantu orang lain, yang semua itu punya kekuatan untuk mengubah kehidupan,” kata Buscaglia.

 

Dinding kopi

Pengalaman sepasang wisatawan di kafe kopi terkenal di Venesia, Italia, seakan mengamini pernyataan Buscaglia. Ketika wisatawan ini asyik menikmati kopi, datang seorang pria paruh baya dan duduk di meja kosong. Tak lama kemudian ia memanggil pramusaji untuk memesan kopi, “Pesan dua cangkir.

 

Yang satu untuk di dinding.” Mendengar kalimat tersebut mereka sempat terheran. Apalagi sang pria kemudian hanya disuguhi satu cangkir kopi, namun ia membayar untuk dua cangkir. Segera setelah pria tersebut pergi, si pramusaji menempelkan selembar kertas kecil bertuliskan Segelas Kopi di dinding kafe.

 

Suasana kafe kembali hening. Tak lama kemudian masuklah dua orang pria. Kedua pria tersebut pesan 3 cangkir kopi. Dua cangkir di meja, satu lagi untuk di dinding. Mereka membayar tiga cangkir kopi sebelum pergi.

 

Lagi-lagi setelah itu pramusaji melakukan hal yang sama, menempelkan kertas bertulis Segelas Kopi di dinding. Pemandangan aneh di kafe sore itu membuat wisatawan tersebut tak habis heran. Akhirnya mereka meninggalkan kafe dengan menyimpan pertanyaan atas kejadian ganjil yang disaksikannya.

 

Secara kebetulan minggu berikutnya mereka mampir kembali di kafe yang sama. Mereka melihat, seseorang lelaki tua masuk ke dalam kafe. Pakaiannya kumal dan kotor. Setelah duduk ia melihat ke dinding dan berkata kepada pelayan, “Satu cangkir kopi dari dinding.” Pramusaji segera menyuguhkan segelas kopi. Setelah menghabiskan kopinya, lelaki lusuh tadi lantas pergi tanpa membayar.

 

Tampak si pramusaji menarik satu lembar kertas dari dinding tersebut lalu membuangnya ke tempat sampah. Meski merasa heran melihat ini semua, pertanyaan mereka terjawab sudah. Message semua ini jelas. Begini rupanya cara penduduk kota ini menolong sesamanya yang tak berpunya dengan tetap  menaruh respek kepada orang yagn ditolongnya.

 

Kaum papa bisa menikmati secangkir kopi tanpa perlu harus merendahkan harga diri, mengemis kopi. Bahkan mereka pun tidak perlu tahu siapa yang “mentraktirnya”. Suatu tatanan hidup bermasyarakat yang amat menyentuh, dan mengharukan.

 

Hari ini kita dapat pelajaran hidup yang berharga dari dinding kopi, pelajaran bagaimana cara berbagi dengan sesama. Betapa mudahnya orang2 itu berbuat baik. Bukankah peradaban yang memelihara manusia, sesungguhnya adalah peradaban yang digerakkan oleh niat baik? Kapan kita bisa seperti itu? (Ary Tan-P65; dari grup WA68; sumber dari Djs – Intisari Agustus 2015; K. Tatik Wardayati; http://intisari-online.com/read/pelajaran-dari-dinding-kopi)-FatchurR

]]>
http://alumnimaterdei.com/psychological/belajar-dari-kopi-dinding.html/feed 0