Puisi Jumat Agung
Ia yg rebah, di pangkuan perawan suci, bangkit setelah tiga hari, melawan mati.
Ia yg lemah, menghidupkan harapan yg nyaris punah.
Ia yang maha lemah, jasadnya menanggungkan derita kita.
Ia yang maha lemah, deritanya menaklukkan raja-raja dunia.
Ia yang jatuh cinta pada pagi, setelah dirajam nyeri.
Ia yang tengadah ke langit suci, terbalut kain merah
kirmizi: Cintailah aku!
Mereka bertengkar tentang siapa yang mati di palang kayu. Aku tak tertarik pada debat ahli teologi.
Darah yang mengucur itu lebih menyentuhku.
Saat aku jumawa dengan imanku, tubuh nyeri yang tergeletak di kayu itu, terus mengingatkanku: Bahkan Ia pun menderita, bersama yang nista.
Muhammadku, Yesusmu, Krisnamu, Buddhamu, Konfuciusmu – mereka semua guru-guruku, yang mengajarku tentang keluasan dunia, dan cinta.
Penyakitmu, wahai kaum beriman:
Kalian mudah puas diri, pongah, jumawa, bagai burung merak.
Kalian gemar menghakimi!
Tubuh yang mengucur darah di kayu itu, bukan burung merak.
Ia mengajar kita, tentang cinta, untuk mereka yang disesatkan dan dinista.
Penderitaan kadang mengajarmu tentang iman yang rendah hati.
Huruf-huruf dalam kitab suci, kerap membuatmu merasa paling suci.
Ya, Yesusmu adalah juga Yesusku.
Ia telah menebusku dari iman yang jumawa dan tinggi hati.
Ia membuatku cinta pada yang dinista!
Semoga Semua Hidup Berbahagia dalam kasih Tuhan. (Selamat Berjumat Agung); Dikirim hampir bersamaan oleh : Yong Sidharta-A61 dan Ary Gang Pen-P65; Karya: Ulil Abshar Abdalla (Cendekiawan Muslim, NU)
Seharusnya semua pemuka berbagai agama sebijak ULIL ABSHAR ABDALLA, cerdas,menfasir Al Kitab masing masing secara inclusive, mau mempelajari agama dan keyakinan lain dan mengakui masing masing punya Kuasa Keselamatan dunia akherat bagi umatnya. Tentu agama agama dan umatnya tidak sampai menjadi bagian masalah didunia ini, dari dulu sampai sekarang.
Tafsir masing masing agama yang mengajarkan eklusiveism, cenderung mengingkari ajaran ” kasih ” masing masing karena membuat umat tidak salaing meng kasih i karena tidak kenal, tidak saling mengerti ajaran dan tata karma agama lain. Ini pada tingkat lanjut jadi ekstrimis radikal yang bisa dimanfaatkan untuk tujuan poltik sampai terorisme.
Kita memerlukan lebih banyak pemuka semua agama agama seperti ULIL ABSHAR ABDALLAH ini.
Banyak aktifis umat beragama berpandangan agamanya adalah paling benar. Mereka lupa bahwa kebenaran hakiki adalah hanya milik Tuhan dan tanpa mereka sadari pula, bahwa sikap merasa benar sendiri telah melanggar hukum “jangan menghakimi”. Bukan agamanya tapi sikap hidup masing2 pribadinya adalah yg utama. It’s the singer not the song.