Iban Kuliah di 3 Tiga Negara Sekaligus(2/2)
(today.line.me)- DW: Apa saja yang kamu lakukan selama menjalani program ini?
Iban: Sedikit flashback program ini, semester-1 untuk mendapat degree kampus pertama saya di TU Delft di Belanda. Perkuliahannya berkutat teori fisika dan matematika terapan, durasi di sana kurang lebih 6 bulan atau satu semester.
Di semester-2 saya ambil degree di ETH Zurich di Swiss ± durasinya sama 6 bulan. Kami lebih berkutat metode2 numerik, inversi, hal2 yang bersifat lapangan. Jadi kami kuliah lapangan mencari benda2 purbakala dengan metode geofisika. Saya sempat magang di pusat riset ETH Zurich yang bekerja sama dengan badan2 antariksa, saya kerjakan proyek2 dan bagi saya itu bagus.
DW: Di kampus ketiga kamu ini, apa yang menjadi fokus sekarang?
Iban: Jadi kini saya ambil mata kuliah wajib untuk mengambil degree atau gelar dari RWTH Aachen. Saat ini aktivitas saya mempersiapkan ujian saya dan mempersiapkan tesis saya.
Di sini perkuliahan lebih difokuskan ke hal2 geothermal, geofisika logging, dan juga pendalaman tentang meotde2 numerik utnuk mengesktrak seperti panas bumi, migas, air tanah, dan ini menarik. Banyak orang Indonesia dan presiden ketiga kita Pak Habibie pernah berkuliah di sini.
DW: Semoga lancar ya ujian dan penyusunan tesisnya. Apa yang jadi topik tesis kamu Iban?
Iban: Tentang CWI, coda wave interferometry. Metode ini beberapa tahun lalu digencarkan tapi tesis saya lebih mencari metode baru untuk melokalisasi jika ada rekahan dalam medium dan medium itu bisa dari sampel batuan atau lebih besar seperti patahan dalam bumi.
Contoh sederhananya misalnya teman2 punya sebongkah batu dan bongkah batu itu dilewatkan gelombang kemudian diukur setelah itu di batunya berikan rekahan dan diberi gelombang lagi kemudian diukur lagi, tentu ada perbedaan.
Yang saya lakukan tanpa melihat batuannya kita bisa tahu kira2 lokasi rekahannya, seberapa panjang lokalisasi rekahannya. Akan di tes di wave lab dan metode yang akan saya lakukan formalasi di tesis akan saya coba implemantasikan pada laboratorium tersebut.
DW: Menurut kamu apa tantangan selama menjalani program ini?
Iban: Dari sisi akademik tidak ada kendala berarti. Namun pindah2nya cukup merepotkan karena kita harus pindah negara semua diurus lagi dari awal. Ibarat pacaran, sedang-nyaman2nya tapi harus pergi.
Awalnya depresi karena di program ini tidak ada mahasiswa Indonesia, harus adaptasi dengan perbedaan budaya mahasiswa negara2 lain. Kalau di Jerman tantangannya itu bahasa, kalau di luar akademik Bahasa Inggris jarang digunakan.
Akan susah kalau misalnya teman2 tidak bisa menggunakan basic bahasa Jerman. Saya pribadi tidak fasih berbahasa Jerman, karena keadaan memaksa tapi saya tahu cara pesan makanan, membayar sesuatu, atau paling urgent jika tersesat menanyakan arah.
DW: Apa rencana kamu setelah lulus nanti?
Iban: Saya ingin berkarier sebagai researcher, dan melakukan riset2 ilmiah. Saya juga ingin ambil PhD dan bekerja di suatu laboratorium. Kalau kembali ke Indonesia ingin bergabung ke LIPI. (Ervan Hardoko; Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan Judul : Kisah Pemuda yang Kuliah di Tiga Negara Eropa sekaligus; Bahan : https://today.line.me/ID/pc/article/ry6zgY?utm_source=washare)-FatchurR * Tamat…….
Leave a Reply