Arvilla Delitriana Alumni ITB Desainer Jembatan Lengkung LRT
(cnnindonesia.com)-JAKARTA; Arvilla Delitriana (Dina), wanita lulusan ITB tahun 1989 ini berhasil merancang jembatan lengkung Light Rapid Transportation (LRT) atau kereta ringan Jabodedebek.
Jembatan itu dibangun di atas flyover Tol Dalam Kota di ruas Kuningan, Jaksel dan membentang 148 meter dan memiliki radius lengkung 115 meter serta menggunakan beton seberat 9.688,8 ton. Prestasi berlanjut saat wanita yang akrab disapa Dina itu, dapat penghargaan MURI karena sukses membangun jembatan terpanjang di Indonesia bahkan mungkin di dunia.
Long span (jembatan lengkung) yang dirancang Dina dan tim memakai tipe box girder beton. Tipe beton ini terdiri dari balok penopang utama yang berbentuk kotak berongga. Box girder biasanya terdiri dari elemen beton pratekan, struktural atau komposit baja dan beton bertulang.
Saat ditemui di kantor BPPT (6/1/20), Dina katakan pembangunan jembatan lengkung pakai metode Balanced Cantilever : “Balanced cantilever sudah lama diterapkan banyak negara, terutama negara maju. Mereka pakai material baja untuk membangun jembatan karena baja relatif lebih mudah dan cepat,” kata dia.
Metode balanced cantilever memanfaatkan efek kantilever seimbangnya sehingga struktur dapat berdiri dan mendukung beban beratnya sendiri tanpa sokongan lain dari perancah (penyangga sementara) atau falsework.
Konsep utama metode itu membangun struktur kantilever seimbang untuk pertama kali, sebelum memasang segmen beton. Sedang pembuatan segmen beton dilakukan secara cast in situ (cor ditempat) atau precast (pracetak di pabrik). Khusus segmen beton pracetak, ada tahapan penyambungan segmen-segmen itu.
Segmen pracetak yang dikirim dari pabrik ke lapangan dipasang antara satu dengan lainnya. Segmen yang pertama dipasang adalah piers segment, lanjut pemasangan filed segment arah depan/belakang pier segment. Hal itu dilakukan karena bearing belum dapat diaktifkan, maka diadakan tumpuan sementara untuk mendukung segmen ini.
Setiap pemasangan segmen dilakukan dengan penyesuaian koordinat untuk garis arah horizontal dan elevasi untuk garis arah vertikal yang diperuntukan untuk kedua segmen.
Lalu dilakukan grouting pot bearing yang merupakan dudukan bearing pada pondasi jembatan dan dipasang beberapa segmen bidang lain sampai selesai dengan satu kantilever. Usai satu buah kantilever dibangun, maka kantilever itu disatukan dengan kantilever yang terpasang sebelumnya.
Dikarenakan struktur jembatan melengkung, maka kereta LRT hanya diperbolehkan melaju maksimal 30 Km/jam. “Lengkungan itu ada ketentuan yaitu maksimal 30 Km/lam laju LRT yang diijinkan. Kalau kereta LRT terlalu kencang, kereta akan terlempar,” terang Dina.
Ada serangkaian uji coba salah satunya uji beban, yang makan waktu 2 hari dan akan dilaksanakan tahun 2021 dibarengi dengan pengoperasian LRT Jabodebek secara penuh.
Saat uji beban berlangsung, Dina dan tim akan memasang sensor untuk mengetahui apa yang terjadi ketika kereta melewati jembatan itu. “Uji beban kereta seperti LRT makan waktu 2 hari, mungkin yang lama itu saat memasang sensornya. Sensor itu untuk misal keretanya lewat, maka ketahuan apa yang terjadi dengan beton, saya monitoring lewat sensor itu,” jelasnya.
Dina Klaim jembatan lengkung LRT Kuningan Jauh dari sumber gempa
Dina menyadari masyarakat mungkin khawatir dengan struktur jembatan yang dianggap berisiko tinggi, apalagi Indonesia punya banyak sumber gempa. Namun ia pastikan jembatan LRT Kuningan jauh dari sumber gempa Jakarta. “Jadi, banyak sumber gempa di Jakarta. Terdekat [lokasi sumber gempa] dengan LRT Kuningan tidak ada,” kata Dina.
Kategori terdekat lokasi sumber gempa kurang dari 5 Km. Dia dan tim sudah menghitung terkait titik gempa di Jakarta. Hitungan itu dari kombinasi antara 7 sumber gempa dunia, salah satunya Jepang. “Jadi kita kombinasikan 7 sumber gempa di dunia, ada dari AS, Maroko, dan Jepang. Angka gempa yang terekam di skalakan dengan gempa di Jakarta, lalu dihitung agar mendapat hasil maksimum” jelas Dina.
Jembatan Lengkung (Long Span) sempat dianggap sebelah mata
Perjalanan Dina merancang jembatan lengkung LRT Jabodebek 2 tahun menyisakan banyak cerita, salah satunya proyek buatannya ini dianggap sebelah mata oleh sejumlah pihak. “Keraguan mereka [rancangan Jembatan Lengkung LRT Jabodebek] dan itu yang harus dibuktikan keraguan itu bisa kami yakinkan” imbuhnya.
Keraguan itu ia tepis saat rancangan jembatannya dapat sertifikat layak desain. Menteri Ristek Bambang Brodjonegoro mendukung penuh jika jembatan lengkung dapat paten Hak Intelektual Properti. Hal itu agar tidak mudah ditiru pelaku konstruksi lain.
“Penemuan dari ibu Dina, tentunya kami dari BRIN [Badan Riset dan Inovasi Nasional] pembina dari kegiatan Research & Development akan mendukung untuk dapat Hak Intelektual Properti,” kata Bambang saat mendampingi Dina di kantor BPPT.
Menyoal hak paten, Dina menyebut jembatan lengkung rancangannya tak bisa diterapkan di banyak tempat karena menyesuaikan tempat pembangunan jembatan. Dia bilang “Kalau mengenai jembatan lengkung dipatenkan, saya gak paham mekanismenya tetapi dari sisi rancangan , tidak selalu serta merta diimplementasikan di tempat lain. Sebab, lokasinya beda tergantung kondisi di lapangan,” ucap Dina.
Sebelum membuat proyek jembatan lengkung LRT Jabodebek, Dina pernah merancang jembatan di Indonesia seperti Jembatan Kali Kuto Semarang. Lalu jembatan layang khusus busway ruas Adam Malik di Jakarta, Jembatan Pedamaran 1 dan 2 di Riau, Jembatan KA Cirebon-Kriya, dan Jembatan Perawang Riau.
(din/DAL; Bahan dari : https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20200110200119-199-464349/arvilla-delitriana-alumni-itb-desainer-jembatan-lengkung-lrt)-FatchurR *
Leave a Reply