Lestarikan Ekosistem Laut Dengan Kurangi Sampah Plastik
(m.merdeka.com)-Sispala dan Forum Alumni Sispala (Fasta) Jakarta bersama Restore Integrity to The Ocean (RIO), LSM LH dari AS terlibat Ocean Clean Up Day di Pantai Tanjung Pasir, Mauk, Tangerang, (9/220). Aksi bersih pantaiini selama 2 hari sejak 8-9 Februari 2020.
Anggota Sispala dan Alumni Sispala dalam kegiatan ini 250 orang dari 23 ekskul Sispala se-Jakarta. Kegiatan Ocean Clean up day bertema ‘menumbuhkan kepedulian pada kelestarian ekosistem di laut sebagai sumber kehidupan masa depan’. Koordinator Forum Alumni Sispala DKI Jakarta mengatakan, banyak yang tidak tahu bila Indonesia jadi penyumbang sampah plastik terbesar ke-2 dunia di laut
Sampah plastik di laut akan berubah jadi microplastik yang mudah dikonsumsi hewan laut, terumbu karang, serta ekosistem di dasar laut. “Diprediksi pada 2050 lebih banyak sampah plastik ketimbang hewan atau ikan di laut kalau kita tidak mengubah dengan tidak buang sampah plastik di laut,” kata dia.
Pihaknya ikut kegiatan Ocean Clean Up Day di Pantai Tanjung Pasir, Mauk, Tangerang. “Sispala dan Forum Sispala Jakarta diikutsertakan RIO (Restore Integrity to the ocean) LSM LH dari Amerika,” katanya.
LIPI teliti sampah plastic di laut
LIPI melakukan penelitian sampah plastik di perairan dalam Indonesia, yakni di Selatan Jawa, Bali, dan Selat Makassar. Penelitian untuk melihat benarkah sampah plastik itu berasal dari masyarakat Tanah Air.
Itu disampaikan Pelaksana Tugas Kapuslit Laut Dalam LIPI, Nugroho Dwi Hartanto, di acara penutupan kegiatan penelitian Transport Indonesian Seas, Upwelling, Mixing Physics (TRIUMPH), di Pelabuhan Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta, (24/12/20).
“Kita ambil sampel plastik, kita tahu Indonesia itu penghasil sampah plastik terbesar dunia. Tapi apakah benar kita yang produksi, atau sampahnya lewat dari Utara ke Selatan, siapa tahu dari negara lain. Itulah pentingnya riset itu,” jelasnya.
Penelitian perlu waktu untuk mendapat hasil.
Jangka waktu bisa 6-12 bulan. “Jadi kita turunkan alat pendeteksi sampah plastik dan juga dari sampel airnya, sampah plastik kan tak hanya yang besar, ada mikro, sampah plastik tidak kelihatan, jadi kita analisis airnya, air ini kita ambil dari kedalaman 1.000 meter ke atas,” ucapnya.
Alat yang digunakan meneliti sampah plastik.
LIPI menggunakan Rosette bottle untuk mengambil sampel air. Cara kerjanya dengan mencelupkan alat itu ke air, lalu ditenggelamkan sampai kedalaman 2.000 – 3.000 meter. Saat naik, alat itu menangkap air yang terkontaminasi sampah, lalu baru dimulai tahap analisis.
Apakah dalam air tersebut ditemukan mikroplastiknya, atau plankton. Maka menurutnya, dibutuhkan waktu yang tak singkat, karena pihaknya butuh banyak sampel dengan berbagai kedalaman. Hal itulah alasan di balik penelitian ini diadakan mulai 18 November sampai 25 Desember 2019.
“Kita lakukan riset di lapangan, yang kita ambil data insitusinya, data itu kita akan gunakan untuk memberi masukan bagi instansi lain, untuk mengkonfirmasi modelnya, dan memodifikasi,” pungkasnya.
(mdk/gil; Muhamad Agil Aliansyah; Bahan dari : https://m.merdeka.com/peristiwa/melestarikan-ekosistem-laut-dengan-mengurangi-sampah-plastik.html)-FatchurR *
Leave a Reply