Lagi pakan kambing dari limbah singkong
Limbah industri pengolahan singkong bisa bermanfaat sebagai pakan ternak. Limbah industri singkong (onggok) ini harus melalui proses pengolahan lebih dulu untuk jadi pakan ternak bernilai gizi tinggi. Untuk menjaga lingkungan sekitar pabrik tapioka, limbah industri pengolah singkong ini harus dikelola.
Banyak orang memanfaatkan limbah tapioka untuk pakan ternak. Selain itu, onggok juga disulap menjadi bahan baku obat nyamuk bakar. Di Lampung Barat, banyak industri pengolahan ketela kayu. Berskala kecil (industri rumahan hingga berbentuk badan usaha semisal CV). “Banyak pabrik tapioka yang tak paham cara pengelolaan limbahnya,” ujar Radian, pengolah onggok.
Setelah ada penelitian manfaat onggok sebagai pakan ternak, masyarakat sekitar pabrik ramai2 mengolah onggok untuk dijual ke pabrik pakan ternak. Meski limbah, onggok mengandung karbohidrat sebagai sumber energi, nilai gizi, protein, lemak, dan air yang tinggi. Oleh karena itu, onggok cocok menjadi pakan hewan ternak.
Ternak yang diberi onggok cenderung lebih gemuk, sehat, dan bobot badan lebih berat. “Onggok diberikan ke ternak dengan ditumbuk seperti dedak,” tutur Kristo Agung, Manajer CV Padang Berlian.
Proses cara pembuatan onggok, difermentasi menggunakan Aspergillus niger. Semacam kapang atau jamur. Ada juga campuran urea dan amonium sulfat sebagai sumber nitrogen anorganik. Ini akan membuat onggok memiliki kandungan energi lebih tinggi untuk pakan hewan ternak.
Proses fermentasi ini butuh 5-7 hari. Sebelum onggok akan difermentasikan, ampas singkong terlebih dahulu dijemur di bawah terik matahari. Proses fermentasinya, onggok yang kering dicampur mineral dan diaduk rata. Ditambah campuran air hangat 5-8 liter dan biarkan beberapa menit. Ini menambah unsur mineral dalam onggok.
Lalu, setelah onggok dingin dicampur Aspergillus niger. Campuran kapang ini yang membuat onggok berprotein tinggi. Setelah didiamkan selama lima hingga tujuh hari, onggok diremas-remas dan dikeringkan, baru setelah itu siap dikemas dan dijual ke pabrik pakan ternak.
Onggok adalah pakan aman dengan segala asupan yang dibutuhkan ternak. Menurut Kristo, pengeringan adalah bagian penting sebelum difermentasi pada onggok. Itu sebabnya, proses pengeringan onggok harus sempurna dan dilakukan di bawah terik matahari.
Pengeringan yang dilakukan di bawah terik matahari tersebut akan membuat ampas limbah yang basah berubah bentuk seperti pasir kasar dan berwarna putih. Sedangkan, ampas limbah yang setengah kering atau masih basah akan berbentuk seperti batu kerikil dengan kelir coklat dan hitam.
Memasuki musim hujan seperti sekarang ini, proses pengeringan dengan bantuan oven justru membuat onggok tidak bagus. “Onggok masih basah dan berwarna coklat, hitam, atau keabu-abuan”. Ini membuat harga onggok berbeda. Makin putih dan kering, harga jual onggok makin mahal. Jika onggok basah dan berwarna cokelat, hitam, atau keabu-abuan, harganya lebih murah.
Jika musim panas dan matahari tengah terik, pengeringan butuh waktu sehari. Di musim hujan bisa perlu 3-7 hari. Onggok biasa dijemur di atas lantai atau tanah. Onggok yang dijemur dan di-angin2kan di atas lantai, dilakukan bila pesanan onggok akan diolah untuk panganan manusia. “Biasanya onggok ini dipesan pabrik saos botolan,” kata Kristo.
Harga onggok berkisar dari Rp 750 per kilo hingga Rp 1.350 sekilo. Tentu saja, patokan harga onggok tergantung dari kualitas onggok yang dibedakan para penjualnya berdasarkan warna dan tingkat kekeringan onggok itu sendiri.
Pembeli onggok datang dari Lampung, Jakarta, Bandung, hingga Sukoharjo. Kristo menuturkan, pemesanan minimal ditetapkan 15 ton. Meski enggan menyebut omzet yang diraih, Kristo bilang, setiap bulannya untung bersih yang didapat CV Padang Berlian bisa mencapai Rp 25 juta.
Radian yang usahanya berskala rumahan, dalam sebulan mampu beromzet Rp 15 juta. Harga jual onggok Radian lebih murah, Rp 650-Rp 800 / Kg. Namun, soal kualitas onggoknya tak jauh berbeda dengan onggok yang dibuat dengan skala industri.
Musim hujan seperti saat ini, Radian dan Kristo mengungkapkan, pemesanan onggok turun. Selain itu, penjualan merosot lantaran kondisi onggok basah. Proses pengeringannya tak terlalu sempurna. “Sampai kini, kami mampu menjual onggok, meski jumlah onggok grade A alias onggok kering pasokannya sedikit,” ungkap Kristo. (Editor: Tri Adi ; http://peluangusaha.kontan.co.id/news/mengolah-limbah-singkong-menjadi-pakan-ternak-bergizi-1)-FatchurR
Leave a Reply