Makin banyak anak merokok

anak merokok (beritaSatu.com)-JAKARTA; Jumlah perokok usia belia terus meningkat. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 oleh Kemenkes menunjukkan prevalensi merokok anak usia 10-18 tahun : 9,1%. Jika populasi kelompok usia itu 40,6 juta jiwa, maka ada 3,9 juta anak yang merokok.

 

Jumlah itu mengalami tren naik. Berdasar Riskesdas 2013, prevalensi pada usia yang sama 7,9%, dan berdasarkan Survei Indikator Kesehatan Nasional (Sirkesnas)-2016 meningkat jadi 8,8%. Jadi target pemerintah menurunkan prevalensi jadi 5,4% (2019) kemungkinan tidak tercapai.

 

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemkes), Cut Putri Arianie, mengakui, hasil Riskesdas 2018 : Prevalensi perokok anak meningkat. Kenaikan jumlah perokok anak dipastikan karena akses atau jangkauan mereka terhadap rokok sangat mudah dan murah.

 

“Rokok dijual bebas dan murah di warung2, sehingga dengan uang jajan anak2 bisa membeli” jelasnya, (13/11). Anak2 terpapar iklan rokok yang kian masif di dalam dan luar ruang. “Iklan rokok kini makin kreatif dengan mencantumkan harga termurah, misalnya Rp 2.500 per batang, yang memengaruhi pikiran anak, uang jajannya yang Rp 10.000 cukup beli rokok,” ujarnya.

 

Kemkes berupaya menguranginya, terutama anak2 dan ibu hamil. Melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. PP ini melarang rokok dijual ketengan, tapi warung2 menjual rokok per batang. “PP ini melarang menjual ke anak di bawah (18). Faktanya anak2 bebas beli tanpa kontrol” ungkapnya.

 

PP 109/2012 itu mewajibkan pemda membuat perda tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Tapi dari 514 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, hanya 30 yang menerapkan perda KTR. “PP itu juga membatasi iklan, promosi, dan sponsorship rokok. Tetapi iklan masih bebas dan marak di kawasan sekolah” ujarnya.

 

Tanggung jawab menurunkan konsumsi rokok pada anak2 bukan hanya Kemkes. “Jadi mengapa perokok anak naik, jangan tanya ke Kemkes. Tanya juga ke kementerian lain soal pemberian izin, penjualan, pengawasan, dll. Mengapa rokok dijual murah di warung2, mengapa iklan bebas di sekolah2, dan mengapa FCTC (kerangka kerja konvensi pengendalian tembakau) tidak diratifikasi” tuturnya.

 

Upaya Kemkes lebih ke pencegahan yang menurunkan konsumsi. Misalnya, edukasi dan kampanye  bahaya rokok ke sekolah2, fasilitas kesehatan, dan sarana publik lain. Kemkes menggandeng Kemdikbud membuat program sekolah bebas asap rokok. Tetapi, ketika sekolah itu berada di daerah yang belum menerapkan perda KTR, sulit bagi Kemkes memaksa sekolah.

 

Kemkes juga mendorong pemda membuat perda KTR. Namun, kendati ada perda KTR, tingkat kepatuhan pada aturan ini belum maksimal. “Tak semua pemda dipaksa menerapkan KTR, karena sebagiannya juga menjadikan iklan rokok itu sumber pendapatan daerah” katanya.

 

Ratifikasi FCTC

Satu2nya regulasi yang bisa memaksa pemda untuk menerapkan perda KTR, kalau Indonesia  meratifikasi FCTC. Regulasi internasional ini menerapkan ketat pengendalian konsumsi rokok : Penerapan cukai tinggi, peringatan kesehatan bergambar, pemberlakuan KTR, hingga larangan iklan, promosi, dan sponsorship rokok.

 

Di negara2 yang meratifikasi FCTC, umumnya menetapkan tarif cukai rokok tinggi, hingga 80%. Hal ini membuat pendapatan negara dari cukai meningkat dan di sisi lain prevalensi perokok turun. Di Indonesia, tarif cukai rokok maksimal 55%. Pemerintah membatalkan rencana kenaikan cukai rokok 10% yang akan diterapkan-2019.

 

“Selama tidak meratifikasi FCTC, maka perjuangan mengendalikan konsumsi rokok ber-kali2 lipat lebih berat dari negara yang neratifikasi,” kata Cut. Sejak lama Kemkes mendorong dan memaksa agar FCTC diratifikasi, namun gagal karena tidak didukung sektor lain, terutama perindustrian, pertanian, dan perdagangan. “Kewenangan menyetujui ratifikasi ini berada di DPR dan Presiden” jelasnya.

 

Negeri ini “tong sampah” industri rokok dan negara tujuan mengembangkan bisnis mereka. Anak2 perokok pemula adalah sasaran utamanya. Indonesia, dalam pertemuan2 kesehatan internasional malu disebut negara dengan perokok pemula usia termuda di dunia. Tahun lalu2, perokok termuda di kita 5 tahun, kini perokok anak 2,5 tahun. “Ini keteledoran orang tua dan lingkungan.

 

Perda KTR

Pemkab Kulonprogo, DIY telah mengeluarkan Perda No. 5/2014 tentang KTR. Perda itu melarang iklan rokok luar ruang (outdoor). Dengan kebijakan ini, Menkes menganugerahi Kulonprogo, Piagam Penghargaan Pastika Awya Pariwara.

 

Bupati Kulonprogo Hasto Wardoyo mengatakan, terbitnya Perda KTR karena maraknya iklan dan sponsor rokok di pinggir2r jalan besar dan area publik lain. “Supaya tidak memprovokasi anak muda merokok. Pasalnya, secara nasional, lebih dari 60% anak muda, mulai merokok ketika usianya kurang dari 19 tahun dan kini makin muda,” kata Hasto.

 

Anak perokok di usia produktif menambah beban ekonomi keluarga. Dan pemasukan dari iklan rokok tak signifikan pada pendapatan daerah. (Dina Fitri Anisa; Fuska Sani Elani /ALD; Bahan dari : Suara Pembaruan dan

http://www.beritasatu.com/fokus/makin-banyak-anak-merokok)-FatchurR *

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Langganan Artikel Gratis
Dengan mendaftarkan alamat email dibawah ini, berarti anda akan selalu dapat kiriman artikel terbaru dari Alumnimaterdei

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Anda pengunjung ke
UD. Setiadarma
Best PRICE, Best QUALITY & Best for YOU! Setiadarma

UD. Setiadarma-Surabaya Sidharta Krisnamurti HP. 08165419447

Percetakan Offset Sidoyoso
Jl. Kedung Cowek 205 Surabaya (0351) 3770001-3718318 Fax. 3763186
Bosch
Bosch Jl. kedungsari 117-119 Surabaya Telp. (62-31) 5312215-5353183-4 Fax. (62-31) 5312636 email: roda_mas888@yahoo.com
Download Buletin Media Alumni Edisi 2
Buletin-MA-utk.-Widget Buletin Media Alumni bag. 1, kilk disini Buletin Media Alumni bag. 2, klik disini buletin Media Alumni bag. 3, klik disini
Alamo
alamo
Download Buletin
buletin-IAMDP 8 Download Buletin klik pada Gambar
Sahabat kita