Puisi Paskah
Ulil Absar Abdala (Cendekiawan Muslim-maaf sedikit terlambat). Ia yg rebah, di pangkuan perawan suci, bangkit setelah tiga hari, melawan mati. Ia yg lemah, menghidupkan harapan yg nyaris punah.Ia yang maha lemah, jasadnya menanggungkan derita kita.
Ia yang maha lemah, deritanya menaklukkan raja-raja dunia. Ia yang jatuh cinta pada pagi, setelah dirajam nyeri. Ia yang tengadah ke langit suci, terbalut kain merahkirmizi: Cintailah aku. Mereka bertengkar tentang siapa yang mati di palang kayu.
Aku tak tertarik pada debat ahli teologi. Darah yang mengucur itu lebih menyentuhku. Saat aku jumawa dengan imanku, tubuh nyeri yang tergeletak di kayu itu, terus mengingatkanku: Bahkan Ia pun menderita, bersama yang nista.Muhammadku, Yesusmu, Krisnamu, Buddhamu, Konfuciusmu – mereka semua guru-guruku, yang mengajarku tentang keluasan dunia, dan cinta.
Penyakitmu, wahai kaum beriman: Kalian mudah puas diri, pongah, jumawa, bagai burung merak.Kalian gemar menghakimi. Tubuh yang mengucur darah di kayu itu, bukan burung merak. Ia mengajar kita, tentang cinta, untuk mereka yang disesatkan dan dinista.
Penderitaan kadang mengajarmu tentang iman yang rendah hati. Huruf2 dalam kitab suci, kerap membuatmu merasa paling suci.Ya, Jesusmu adalah juga Jesusku.Ia telah menebusku dari iman yang jumawa dan tinggi hati.Ia membuatku cinta pada yang dinista!Semoga Semua Hidup Berbahagia dalam kasih Tuhan….indahnya perbedaan. Salam Kasih. (Go Hwie Khing-A60)
Sayang justru orang beragama diajari para pemuka agamanya sedemikian sehingga tidak menghargai perbedaan keyakinan. Padahal dari setiap ratusan Al Kitab yang diturunkan TUHAN bagi berbagai kelompok manusia. Tafsirnya oleh para pemuka agama yang berpedoman pada Al Kitab yang sama, untuk ayat sama bisa berbeda. Ini memicu pertengkaran intern. Belum lagi yang memang dari Al Kitab yang diturunkan lewat Nabi yang berbeda. Semua pada melupakan maksud TUHAN diadakan perbedaan perbedaan itu demi kebaikan dan manfaat manusia. Harus saling mengenal dan mempelajari demi kemajuan intelektual dan bathin manusia.
Persoalan inilah yang menjadi tugas para pemuka agama untuk secara tulus rukun mengajarkan toleransi saling mengenal mengajarkan kebaikan kesamaan ajaran lain pada masing masing umatnya. Kalau ini terjadi, maka umat beragama akan terbebas dari bagian masalah didunia in. Menjadi pulang dengan layak untuk segera diterima menghadap Sang Pencipta.