Jakarta Smart city
Pada tanggal 17 April 2014 y.l. pak Jokowi menandatangani nota kesepahaman dengan ITB, nota kesepahaman ini menurut Jokowi adalah cikal bakal penerapan Jakarta Smart City. Konsep Smart City disebutkan merupakan cita-cita Jakarta sejak tahun lalu.
Kabar baik lain datang dari Ridwan Kamil hari itu bahwa pemkot Bandung pun sedang menyiapkan digitalisasi data untuk berbagai macam urusan, agar kelak proses penyelesaian urusan bisa diselesaikan dengan cara online, sebagai bekal Bandung menuju Smart City.
Tampaknya sekarang ini, segala sesuatu memang menjadi lebih menarik perhatian bila memakai kata smart, tidak hanya di Indonesia saja gejala ini terjadi, tapi juga di Jerman. Mulai smart phone, smart metering, smart grid, smart energy dan smart smart lainnya.
Padahal, bahasa Indonesia dan bahasa Jerman masing-masing memiliki kata pengganti untuk smart, yaitu ada kata pintar, cerdik, piawai, dalam bahasa Jerman juga ada klug, schlau, gescheit, intelligent, tapi entah kenapa, smart ini tampaknya memiliki nilai pasar yang lebih menjual.
Istilah smart city sedang meroket, di Jerman. Apakah sama makna dan pengertian konsep smart city ini bagi orang Indonesia, Jerman atau AS ? Dari kepala saya secara spontan muncul 3 konsep smart city, apalagi bila menggoogle, tentu makin ramai saja konsepnya.
Konsep satu, masih ingat perangkat penilai kota dari Siemens ? Siemens membuat perangkat penilai untuk sebuah kota yang pintar, bahkan Jakarta pun pernah dinilainya. Tim kerja dari Universitas Wien, Austria, Universitas Delft, Belanda dan Universitas Ljubljana, Slowenia mengeluarkan konsep smart city yang baik, mereka mengembangkan benchmarking dan menilai kota-kota di Eropa dengan perangkat penilai mereka.
Selain itu, konsep distrik pintar banyak dikeluarkan oleh konsil bangunan hijau, misalnya LEED AS dengan perangkat penilai Neighborhoodnya, DGNB Jerman dengan Stadtquartierenya atau Konsil Bangunan Hijau Indonesia dengan perangkat penilai konsep kawasan dalam Greenshipnya.
Entah itu rukun tetangga, distrik, kawasan tidak lain bagian dari kota, semakin pintar sebuah kota, semakin efisien birokrasi dan tentu semakin irit energi manusia ataupun energi lainnya maka semakin berkelanjutanlah sebuah kota.
Kota demikian penting di mata saya, karena angka urbanisasi sangat tinggi, apalagi kota-kota di pulau Jawa, yang semakin padat. Bahkan UN HABITAT meramal tahun 2050, 75% penduduk dunia akan hidup di kota (Pulau Jawa kini menampung 60% penduduk Indonesia, apalagi tahun 2050).
Karena itu, mau tidak mau kota di masa yang akan datang akan menjadi kristal segala masalah, mulai dari masalah kependudukan, masalah lingkungan, masalah politik, ketahanan pangan dll.
Kota-kota di Jerman pun sibuk men-smart-kan kotanya masing-masing, Jerman sudah mengembangkan smart city untuk satu kota menengah yang dipilih dari beberapa kota di Jerman, hasilnya setelah 5 tahun penerapan baru tercapai 38% dari tujuan smart city yang dicanangkan.
Di manakah letak kurang keberhasilannya ? Diantaranya smart city seperti yang dikembangkan oleh Universitas Wien dkk bukan hanya terletak pada digitalisasi data semata, tapi juga smart governance, smart living, smart environment, smart mobility, smart people, smart economy. (http://teknologi.kompasiana.com/terapan/2014/05/06/tepatkah-konsep-smart-city-untuk-bandung-dan-jakarta–654085.html)-FatchurR
Leave a Reply