Bir dan Natal di Palestina

Palestina tak melulu soal Zionisme, tapi juga festival bir. Ramalah, sebuah kota di Palestina bahkan pernah dipimpin oleh perempuan non muslim. Warga Palestina juga merayakan natal.

PALESTINA. Pemuda Palestina sedang melintasi bendera nasional mereka di kota Gaza, 7 Desember, 2013. Mahmud Hams/AFPPALESTINA. Pemuda Palestina sedang melintasi bendera nasional mereka di kota Gaza, 7 Desember, 2013. Mahmud Hams/AFP

Saya selalu berharap untuk bisa datang ke Palestina di bulan Oktober. Tepatnya saya ingin bisa hadir dan berada di Ramalah, Palestina, saat Oktober tiba. Saya ingin datang dan menikmati Taybeh Beer Festival. Ya, festival bir yang diselenggarakan pabrik bir setempat. Ramalah, sebuah kota di Palestina yang pernah dipimpin oleh perempuan non-Muslim bernama Janet Mikhael. Seorang Nasrani yang tinggal dan memimpin di sebuah kota yang mayoritas penganutnya beragama Muslim.

Tapi sayang, karena agresi Israel beberapa bulan lalu Taybeh Beer Festival ke 10 tak digelar. Namun keluarga Khoury, pendiri Taybeh dan penyelanggara festival bir ini, tetap akan mengadakan acara tersebut di tahun-tahun mendatang. Baginya Taybeh Beer Festival adalah wajah lain Palestina. Atau dalam bahasanya,

“to drink a glass of beer, buy a jar of local honey or a bottle of olive oil, eat falafel and listen to music – and to see that we are normal people, thirsty for life and freedom, and we deserve to live like people in the rest of the world.”

Tapi benarkah ini Palestina? Tanah para syuhada, para pejuang dan para martir intifada? Bagaimana mungkin tanah ini menyediakan ruang untuk festival bir, yang jelas-jelas haram? Kita tahu meskipun mayoritas penduduk Palestina beragama Muslim (98 persen), sedangkan Kristen hanya 1,3 persen, Palestina bukan negara yang dihuni despot dan bigot yang menolak pemimpin hanya karena agamanya berbeda.

Palestina bukan melulu tentang negara yang bergejolak akibat perang melawan Zionisme. Pada satu titik ia merupakan sebuah negara yang berdasar pada prinsip demokrasi. Pemimpin dipilih berdasarkan pemilu dan kelompok kelompok minoritas seperti, Druidz, Samaritan, atau bahkan sebagian kecil Yahudi diakomodir dan dilindungi oleh otoritas pemimpin setempat.

Maka jika berpikir bahwa Palestina adalah negara islam, agaknya paradigma itu perlu diluruskan sedikit.

Mayoritas penduduk negara ini memang Islam, tapi toh di kota ini setiap keyakinan dan perilaku penduduknya dibiarkan sebebas-bebasnya. Dalam satu wawancara dengan Fariz N. Mehdawi, Duta Besar Palestina untuk Indonesia, pernah mengatakan bahwa di Palestina, seseorang tak bisa ditebak agamanya hanya berdasar nama belaka. Abdullah belum tentu Muslim. Isa dan Maryam belum tentu Kristen. Orang Palestina juga tidak bisa dibedakan agamanya berdasarkan model pakaian yang dikenakan. Ia berkata bahwa di Palestina, negara ini mengambil dasar negara sekuler yang menghormati kemanusiaan.

Fariz N. Mehdawi, duta besar Palestina untuk Indonesia pernah mengatakan bahwa di Palestina, seseorang tak bisa ditebak agamanya hanya berdasar nama belaka. Abdullah belum tentu Muslim. Isa dan Maryam belum tentu Kristen.

Selain Janet Mikhail di Ramallah, ada pula walikota Kristen bernama Vera Baboun di Bethlehem. Jika anda datang ke Palestina saat Natal, anda akan mengira bahwa beberapa tempat di negeri ini penduduknya mayoritas Kristen, sebab semua merayakan dengan meriah. Pun, jika anda sempat membaca buku sejarah agama-agama dunia, anda toh akan paham bahwa kekristenan bukanlah agama impor. Namun, kekristenan lahir di Palestina. Yesus lahir di Bethlehem, Palestina. Orang Kristen Palestina punya nenek moyang yang bisa jadi adalah orang-orang yang pernah bertatap muka dengan Yesus. Jadi, kekristenan adalah agama asli di Palestina.

Kristen adalah agama asli Palestina, siapapun yang mengucapkan sebaliknya ia perlu belajar mengeja sejarah. Tentu jika anda dan saya bersepakat bahwa Yesus yang lahir Judea, Betlehem itu mengajarkan kristianitas di Nazaret, Jerusalem dan tentu saja di Betlehem. Tiga kota yang berada dalam teritori Palestina dan Israel. Bukan tidak mungkin penduduk Kristen Palestina yang ada saat ini adalah keturunan langsung dari umat Yesus yang pernah hidup di antara-Nya.

Maka ketika Mahmoud Abbas, mantan Presiden Palestina, menghadiri misa natal di Bethlehem itu bukan hal yang istimewa. Ini bukan perkara halal haram seperti yang kita ributkan di tanah air, ini perkara karakter juga adab. Menarik bagaimana di tanah air kita, Indonesia, kelompok-kelompok sektarian semacam Front Pembela Anu dan Hizbut Anu, kerap menjual Palestina sebagai dagangan. Menjual duka, menjual solidaritas yang kerap kali didasarkan pada simpati keagamaan. Namun lalai melihat Ramallah dan apa yang dilakukan Mahmoud Abbas di Palestina sebagai model rujukan bertoleransi.

Di Indonesia, Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama hendak digulingkan dari kursi gubenur, hal serupa juga dialami oleh Lurah Lenteng Agung, Susan. Sedang di Palestina dua orang perempuan Kristen malah memimpin sebuah kota sebagai walikota.

Maka ketika beberapa dari kita berteriak lantang seruan untuk jihad ke Palestina, pertanyakan ini terlebih dahulu: “Perlukah kita jihad di sebuah kota yang dipimpin oleh orang, dalam hal ini Katolik Roma?”

Jika Palestina, tanah jihad yang kerap dijual dukanya saja bisa bertoleransi terhadap pemimpin komunis. Palestina sekali lagi mengejutkan kita dengan keberadaan Hizb al-Sha’b al-Filastini. Atau Partai Rakyat Palestina yang berhaluan komunis. Ketika ulama-ulama, ustadz-ustadz dan tokoh agama kita sibuk memusuhi Komunis, sosialisme dan komunisme telah memperjuangkan kemerdekaan Palestina.

Pada 1969, anggota alJabhah al-Sha`biyyah li-Tarīr Filasīn, atau Front Pembebasan Tahanan Palestina Israel yang berhaluan Marxist-Leninist telah membajak pesawat menuntut kemerdekaan Palestina. Maka jika di Palestina paham Komunis-Sosialis-Marxis diizinkan hal ini bukan perkara besar. Negara ini telah mengakui bahwa pejuang-pejuang komunis punya andil dalam usaha kedaulatan Palestina. Tidak hanya itu Bassam as-Salhi, pimpinan Partai Rakyat Palestina yang berhaluan komunis, sempat dipercaya Presiden Palestina untuk jadi menteri kebudayaan.

Maka ketika Palestina masih menjadi tanah jihad melawan kaum zionis, mereka yang menjual duka dan kesedihan wajib mengajarkan apa dan siapa sebenarnya Palestina itu. Ia adalah negara yang membiarkan kota-kotanya dipimpin oleh non muslim, negara yang menyelenggarakan festival bir, negara yang memberi ruang pada komunisme, dan yang jelas negara yang presidennya tidak hanya mengucapkan selamat natal namun menghadiri misa natal.

Betapa berjaraknya realitas yang kita bayangkan antara Palestina sebagai tanah jihad dan Palestina negara sekuler. Maka ketika nanti ada ajakan untuk menyumbang atau bahkan berangkat jihad, pastikan siapa dan apa yang kalian bela di Palestina. Jangan sekedar termakan propaganda, maka melupakan akal sehat dan hati nurani. Karena semestinya kemanusiaan tidak mengenal agama. —Rappler.com

Arman Dhani adalah seorang penulis lepas. Tulisannya bergaya satire penuh sindiran. Ia saat ini aktif menulis di blognya www.kandhani.net. Follow Twitternya,@Arman_Dhani.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Langganan Artikel Gratis
Dengan mendaftarkan alamat email dibawah ini, berarti anda akan selalu dapat kiriman artikel terbaru dari Alumnimaterdei

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Anda pengunjung ke
UD. Setiadarma
Best PRICE, Best QUALITY & Best for YOU! Setiadarma

UD. Setiadarma-Surabaya Sidharta Krisnamurti HP. 08165419447

Percetakan Offset Sidoyoso
Jl. Kedung Cowek 205 Surabaya (0351) 3770001-3718318 Fax. 3763186
Bosch
Bosch Jl. kedungsari 117-119 Surabaya Telp. (62-31) 5312215-5353183-4 Fax. (62-31) 5312636 email: roda_mas888@yahoo.com
Download Buletin Media Alumni Edisi 2
Buletin-MA-utk.-Widget Buletin Media Alumni bag. 1, kilk disini Buletin Media Alumni bag. 2, klik disini buletin Media Alumni bag. 3, klik disini
Alamo
alamo
Download Buletin
buletin-IAMDP 8 Download Buletin klik pada Gambar
Sahabat kita