- Alumni-Buletin-Ide (56)
- Berita Duka (163)
- Bisnis-ketrampilan-Hobi (567)
- Budaya-Wisata-Kuliner (2,099)
- Ebook Gratis (2)
- IPTEK/HOAX/Aku cinta RI (3,762)
- Kesehatan n OR (1,869)
- Lingkungan hidup (398)
- Maju bersama IAMDP n Materdei (327)
- Muda-di Rona n Prest (1,208)
- Paid to Post (1)
- Pay Per Click (1)
- Photography (5)
- Psychological (1,518)
- Reliji Kristiani (265)
- Rohani Islam (134)
- Selingan (2,622)
- Sidebar Photoblog (7)
- Uncategorized (1,051)
- Sidarta Krisnamurti on Kopi Mbajing Citarasa Unik Dari Perbukitan Menoreh
- karimunjawa on Makanan Tradisional Mulai Punah Dan Membuat Anda Muda Kembali(2/4)
- Ernie Hariati on Banyu Mili Di Wonosalam Wisata Yang Menawan
- Sidarta Krisnamurti on Kandang Sumo Diserang Covid-19
- Karimun Jawa on Momen #DirumahAja Untuk Menjalin Komunikasi Terbuka
- Cicilia Bangun on Mengajar Dari Rumah Nadiem Ajak Guru Keluar Dari Zona Nyaman
- karimunjawa on Mengajar Dari Rumah Nadiem Ajak Guru Keluar Dari Zona Nyaman
- Sidarta Krisnamurti on Berita Duka Cita Sumitro Bin Astrowidjojo 05-03-20
- Karimunjawa on Paviliun Indonesia jadi Terbaik di Berlin
- Seller denature on Mengenal Susu Kedelai-manfaat dan risikonya(4/5)
- FatchurR on Perayaan Malam Tahun Baru Di Berbagai Belahan Dunia(1/3)
- FatchurR on Desa Glintung Go Green Berprestasi Karena Gerakan Menabung Air
- Harry Reksosamudrasam7 on Desa Glintung Go Green Berprestasi Karena Gerakan Menabung Air
- Paket wisata karimunjawa on Pantai terindah di Bali(1/5)
- Harry Reksosamudrasam7 on Perayaan Malam Tahun Baru Di Berbagai Belahan Dunia(1/3)
Merawat Sejarah Tionghoa Indonesia Lewat Liukan Barongsai(2/3)
(tirto.id)- Tiga bulan sebelum dilantik MPRS, (6/12/1967) Presiden Soeharto meneken Inpres No. 14. Lewat beleid itu Soeharto perintahkan Menag, Mendagri, serta segenap badan dan alat pemerintah, dari pusat hingga daerah, melaksanakan kebijaksanaan mengenai agama, kepercayaan, dan adat istiadat Cina.
“Dengan dalih Tionghoa di Indonesia terikat kuat dengan Tiongkok, dan yang dituding ‘bermain’ di balik G30S, maka segala ekspresi identitas, etnis, budaya, hingga religi orang Tionghoa direpresi serupa,” kandidat doktor sejarah di University of Melbourne, Australia Ravando Lie lewat keterangan tertulis pada (23/1/2020).
Ditulis Siew-Min Sai dan Chang-Yau Hoon dalam Chinese Indonesians Reassessed (2013), Soeharto menilai manifestasi agama, kepercayaan, dan adat istiadat Cina yang berpusat dari negeri leluhurnya dapat berpengaruh psikologis, mental, dan moril yang kurang wajar pada WNI (hlm. 212).
Mantan Pangkostrad itu berkesimpulan kebudayaan Cina perlu diatur dan ditempatkan fungsinya pada proporsi wajar, tidak menghambat proses asimilasi. Terkait Imlek, tidak dilarang perayaan Imlek, dalam Inpres “perayaan pesta agama dan adat istiadat Cina dilakukan tidak menyolok di depan umum, melainkan dalam lingkungan keluarga.”.
Karenanya saat Imlek atau hari-hari penting tradisi Cina lain, keluarga keturunan hanya merayakannya di lingkup kecil. Anak Tionghoa diawasi dan diintimidasi agar tidak absen sekolah pada hari-hari itu. Juga barongsai, pemerintah orba mengizinkan tarian ini di panggung besar klenteng Sam Poo Kong, Semarang pada setiap imlek.
Total ada 6 perguruan yang tampil setiap tahun, antara lain Perguruan Sam Poo Tong, Perguruan Hoo Hap Hwee, Perguruan Djien Gie Tong, Perguruan Djien Ho Tong, Perguruan Hauw Gie Hwee, dan Persatuan Olahraga Silat Gabungan (Porsigab).
“Mengingat populasi orang Tionghoa di Semarang cukup besar dan tingkat akulturasi Tionghoa-Jawanya juga sangat kuat. Belum lagi begitu banyaknya klenteng yang terdapat di Semarang, di mana Barongsai kerap dimainkan di Klenteng Sam Poo Kong,” kata Ravando.
(Mohammad Bernie; Editor : Restu Diantina Putri; Bahan dari : https://tirto.id/merawat-ingatan-sejarah-tionghoa-indonesia-lewat-liukan-barongsai-euJz)-FatchurR * Bersambung……..
UD. Setiadarma-Surabaya Sidharta Krisnamurti HP. 08165419447
Leave a Reply